REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Hancurnya sejumlah fasilitas medis di Aleppo membuat upaya penyelamatan tidak lagi maksimal. Pada Senin (8/8), para pakar menggambarkan dampak dari bom barel, serangan pada fasilitas medis hingga penggunaan senjata kimia yang sangat membutuhkan penanganan medis optimal.
Doktor Zaher Shaloul dari Chicago mengatakan fasilitas medis di Aleppo timur telah menjadi target rutin serangan. Situasi di sana membuat orang yang terluka ringan bisa jadi sekarat karena kurangnya pesawatan medis dan pasokan dasar.
Shaloul mengunjungi Aleppo Juli lalu dan menanyakan kebutuhan medis di sana. Seorang perawat berkata Aleppo kekurangan obat-obatan. Seorang bocah 10 tahun Shahd sedang sekarat karena bom barel dan petugas medis di sana tidak bisa melakukan banyak hal.
"Kami tidak butuh kecaman atau saling menuduh, kami sudah cukup dengan itu. Kami meminta Anda bertemu orang-orang di sana dan melihat mereka sebagai manusia," kata Shaloul dalam pertemuan Dewan Keamanan yang diselenggarakan PBB pada Senin.
Shahloul menunjukan sejumlah pemandangan Aleppo dalam beberapa waktu belakangan. Anak-anak dan perempuan tampak tak berdaya terkena serangan. Sebagian besar dari mereka adalah korban serangan, termasuk serangan gas klorin.
Shahloul menginformasikan hanya ada 35 personel medis di Aleppo sementara 15 fasilitas kesehatan diserang pada Juli. Lebih dari 250 ribu orang terkepung di bagian timur sejak pemerintah mengepungnya pada 2012.