Selasa 09 Aug 2016 15:01 WIB

Fidel Ramos Optimistis Bisa Perbaiki Hubungan Filipina dengan Cina

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Teguh Firmansyah
Kepulauan-kepualauan kecil di kawasan Laut Cina Selatan, daerah ini sudah lama menjadi sumber konflik antarsejumlah negara di Asia.
Foto: AP
Kepulauan-kepualauan kecil di kawasan Laut Cina Selatan, daerah ini sudah lama menjadi sumber konflik antarsejumlah negara di Asia.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Mantan Presiden Filipina Fidel Ramos optimistis dengan perjalanannya untuk menghidupkan kembali hubungan dengan Cina. Hubungan kedua negara memburuk oleh sengketa maritim di Laut Cina Selatan.

"Saya selalu menjadi orang yang optimis, selalu mencari hasil terbaik," katanya di Hong Kong. "Tapi tentu saja itu juga tergantung pada sikap para pejabat Cina."

Ia tidak memberikan rincian dari jadwal atau orang-orang yang direncanakan akan ditemui, kecuali Wu Shicun. Wu Shicun merupakan kepala Institut Nasional untuk Studi Laut Cina Selatan yang berbasis di Hainan.

Ditanya apakah akan bertemua pihak lainnya, seperti mantan Wakil Menteri Luar Negeri Cina Fu Ying, Amos mengaku belum tahu. "Mereka semua memiliki hubungan dengan Beijing, karena beberapa dari mereka sudah pensiun tapi diangkat ke parlemen sebagai ketua dan komite," katanya.

Ramos mengatakan, ia berusaha untuk meningkatkan hubungan ekonomi dan pariwisata seperti dengan memungkinkan memancing di kawasan Scarborough di zona ekonomi eksklusif Filipina.

Baca juga,  Sengketa Laut Cina Selatan, Cina: Filipina Abaikan Perundingan Langsung.

"Idenya adalah untuk menggunakan Laut Cina Selatan sebagai tempat untuk menyelamatkan hidup, bukan untuk membunuh orang atau menghancurkan kehidupan," tambah dia.

Pada 2012, Cina menolak akses nelayan Filipina di Dangkalan Scarborough, ini merupakan salah satu faktor yang mendorong Manila mengajukan gugatan ke pengadilan arbitrase.

Pada 12 Juli, pengadilan arbitrase di Den Haag memutuskan klaim Cina atas jalur laut sibuk adalah ilegal dan telah melanggar hak-hak kedaulatan Filipina. Tapi Cina telah mengabaikan putusan pengadilan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement