REPUBLIKA.CO.ID, DUELMEN -- Seorang wisatawan Cina 31 tahun baru-baru ini terjerat dalam birokrasi semrawut di Jerman. Ia keliru mengisi aplikasi suaka dan membuatnya terjebak di sebuah hostel migran selama hampir dua pekan.
Seperti diberitakan Asian Correspondent Selasa (9/8), pemerintah Jerman hanya menyadari seorang lelaki yang dikenal sebagai tuan L biasa berpakaian rapi, tidak seperti pengungsi lainnya. Ia juga berperilaku berbeda dari pencari suaka lainnya.
Sayangnya, tuan L yang berasal dari Beijing hanya bisa berkomunikasi dalam bahasa Mandarin, memaksa staf mencari bantuan dari sebuah restoran Cina lokal untuk menerjemahkan.
Staf restoran menyarankan mereka untuk menggunakan aplikasi terjemahan untuk mencari tahu apa yang tuan L coba katakan. Dari sana, cerita tuan L yang telah mencoba memberitahu staf pusat pengungsi selama 12 hari, perlahan-lahan terungkap.
Ternyata ia berada di Eropa untuk bepergian dan telah merencanakan untuk mengunjungi Italia dan Prancis. rencana ia terganjal saat dompetnya dicuri di kota barat daya Heidelberg. Korban tidak pergi ke kantor polisi, namun tua L berada di balai kota. Di sana ia tak mengajukan laporan polisi atas pencurian, namun menandatangani formulir yang meminta suaka.
Setelah itu, banyak kebingungan. Paspor yang ia miliki diambil, sidik jarinya didaftar dan harus menjalani pemeriksaan medis sebelum dikirim ke pusat pengungsi di kota Duelmen, dekat perbatasan Belanda.
Baca juga, Upaya Kristenisasi Terselubung di Kamp Pengungsi Yunani.
Christoph Schluetermann, kepala pusat pengungsi Palang Merah di kota menjelaskan, tuan L menghabiskan 12 hari terjebak di 'hutan birokrasi' karena tidak bisa berkomunikasi. "Jerman adalah sayangnya negara yang sangat birokratis. Terutama selama krisis pengungsi, betapa (ketatnya) birokrasi yang pernah saya lihat," katanya.