Rabu 10 Aug 2016 22:05 WIB

Kamboja Larang Pokemon Go di Museum Genosida

Red: M Akbar
Pokemon Go (ilustrasi)
Foto: Reuters/Chris Helgren
Pokemon Go (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Kamboja melarang permainan Pokemon Go di bekas pusat penyiksaan dan penjara Khmer Merah, Rabu, setelah para pemainnya muncul di lokasi yang sekarang menjadi museum genosida, untuk mencari karakter kartun virtual itu.

Keputusan itu merupakan upaya terbaru untuk mengekang antusiasme atas permainan tersebut, yang dituding menjadi penyebab sejumlah kecelakaan dan memicu dikeluarkannya peringatan keamanan, setelah pemain yang terpaku pada telepon seluler mereka jatuh, dirampok atau masuk ke tempat-tempat berbahaya.

"Kami ada penjaga yang siaga, setiap turis yang memegang iPhone atau iPads dan bermain permainan ini akan diminta pergi," kata Direktur Museum Genosida Tuol Sleng, Chhay Visoth. "Ini adalah tempat berduka cita, bukan tempat untuk bermain."

Sejumlah remaja Kamboja diusir pada Rabu, katanya dan menambahkan bahwa permainan itu telah dilarang di kawasan peringatan pembantaian "Killing Fields" Kamboja. Para pemain menggunakan perangkat ponsel untuk mencari karakter virtual Pokemon yang muncul di ruang-ruang perkantoran, restoran, museum, dan tempat-tempat lain yang biasa jadi tempat berkumpul orang.

Di negara tetangga Thailand, badan pengatur telekomunikasi mengumumkan rencananya, Selasa, untuk menutup beberapa lokasi mulai dari halaman Istana dan kuil-kuil Buddha hingga rumah sakit, bagi para pemain. Di Amerika Serikat, Museum Holocaust AS meminta para pemain untuk berhenti, dan mengatakan bahwa bermain di tempat itu "sama sekali tidak tepat".

Bahkan sebuah tuntutan publik telah dilayangkan terhadap perusahaan dibalik permainan itu, Nintendo Co Ltd, Niantic Inc dan Pokemon Company International, oleh seorang pria New Jersey yang mengatakan bahwa permainan itu membuat orang tak diinginkan masuk ke rumahnya dan sejumlah properti swasta lainnya.

Di Tuol Sleng, dipasang papan peringatan bagi wisatawan mengenai larangan itu, meskipun seorang saksi mengaku tidak melihat seorangpun pemain.

Memainkan permainan itu di lokasi peringatan tidaklah tepat, kata seorang pengunjung sekolah yang diubah menjadi penanda pemerintahan teror rejim komunis selama empat tahun yang menewaskan setidaknya 1,8 juta orang. "Begitu banyak emosi dan sejarah di sini," kata seorang turis Prancis Marianne Kauffmann.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement