REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Menteri Dalam Negeri Prancis Bernard Cazeneuve mengatakan semua negara harus mengupayakan penghapusan enkripsi pada aplikasi pengirim pesan yang sering digunakan kelompok radikal untuk merencanakan serangan teror, Kamis (11/8).
Dia juga berharap Jerman turut serta mengkampanyekan upaya tersebut. Cazeneuve akan bertemu dengan Menteri Dalam Negeri Jerman Thomas de Maiziere pada 23 Agustus mendatang di Paris untuk merundingkan inisiatif Eropa memulai rencana aksi anti-enkripsi pesan singkat di level internasional.
Badan intelijen Prancis selama ini kesulitan menyadap pesan-pesan singkat dari kelompok radikal yang cenderung meninggalkan media sosial dan mulai menggunakan aplikasi pengirim pesan terenkripsi seperti Telegram. Kelompok bersenjata ISIS adalah pengguna besar aplikasi-aplikasi tersebut.
"Banyak pesan singkat terkait pelaksanaan serangan teror dikirim menggunakan aplikasi yang memberi layanan enkripsi. Ini adalah persoalan besar dalam upaya memerangi terorisme," kata Cazeneuve kepada para wartawan usai menghadiri rapat kabinet soal keamanan.
"Prancis akan membuat usulan. Saya telah mengirim sebagian dari usulan itu kepada menteri dalam negeri Jerman," kata dia.
Cazeneuve menolak berkomentar saat ditanya apakah Prancis akan meminta cara-cara mende-enkripsi pesan kepada para pengembang aplikasi.
Pria yang menggorok leher pendeta tua Prancis atas nama ISIS pada bulan lalu sering berkomunikasi dengan pengikutnya melalui Telegram, sebuah aplikasi yang banyak digunakan di kawasan Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Tenggara, dan Amerika Latin.
Telegram sering membanggakan diri sebagai aplikasi paling aman karena semua datanya terenkripsi, dari pengirim sampai penerima. Sejumlah aplikasi serupa, seperti WhatsApp milik Facebook Inc, mengaku memberikan layanan yang sama.
Sementara itu dari Jerman, de Maiziere pada Kamis mengatakan telah menyusun rencana pelatihan bagi tentara agar mampu bekerja sama secara intensif dengan kepolisian untuk mengantisipasi serangan teror besar.