Jumat 19 Aug 2016 23:04 WIB

Imam Shamsi Ali: Warga AS Mulai Tinggalkan Trump karena Rasis

Rep: Amri Amrullah/ Red: Teguh Firmansyah
Donald Trump
Foto: VOA
Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Imam Islamic Center New York, Ustaz Shamsi Ali  mengungkapkan warga Amerika Serikat (AS) mulai tinggalkan ketertarikannya terhadap Donald Trump, calon presiden dari Partai Republik. Sebab menurut dia, sikap rasis yang diperlihatkan Trump kian membuat banyak warga AS muak.

"Donald Trump itu orang yang sangat rasis, dia sangat benci dengan Barack Obama. Bukan karena hanya dia kulit hitam tapi karena pandangannya yang memang sangat rasis terhadap selain kulit putih," ujar Shamsi Ali di Masjid Universitas Indonesia, Depok, Jumat (19/8).

Ia juga anti Islam, anti Asia, anti Afro Amerika, anti Latin dan Hispanik dan semua imigran. Dalam survei-survei terakhir sudah lebih dari 60 persen Clinton unggul dari Trump. Apalagi dalam lingkungan partai Republik sendiri banyak yang tak setuju Trump menjadi kandidat.

Direktur Jamaica Muslim Center dan Presiden Nusantara Foundation USA ini mengatakan, pandangan rasial Trump dimanfaatkan penasehat kampanyenya.

Baca juga, Kronologi Pertikaian Trump dengan Keluarga Muslim AS.

Menurut dia, penasihat Kampanye Trump memang pintar. Bisa membaca di lapangan ada segmen di masyarakat AS yang bisa dimainkan. Mereka yang sedang marah dengan kebijakan Obama, dan benci terhadap perkembangan imigran yang luar biasa  di AS, karena kebijakan pemerintah. "Nah sasarannya mereka dengan kampanye Trump kepada umat islam yang perkembangannya luar biasa di sana."

Tapi di tengah kampanye negatif Trump tersebut, Shamsi yakin Islam dan Muslim AS akan terus berkembang dan memberikan kiprahnya demi kebaikan AS dan dunia. Saat ini, ungkapnya banyak muslim AS telah mendapatkan tempat di pemerintahan.

"Ada dua orang muslim di Kongres, beberapa muslim menjadi Wali kota, dan penasihat Walikota. Seperti saat Wali kota New York, Michael Bloomberg yang seorang Yahudi, tapi dua pembantunya yang disana disebut Commissioner dua yang muslim. Satu keturunan Iran dan satu keturunan Palestina," ujar pria yang sudah 20 tahun tinggal di New York ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement