Senin 29 Aug 2016 18:55 WIB

TKI Muslim di Korsel Resah Dicurigai Terkait ISIS

TKI di Korea Selatan M Pachrul Islam (kiri) berswafoto dengan seorang petugas kepolisian Kota Gumi, belum lama ini.
Foto: dokpri
TKI di Korea Selatan M Pachrul Islam (kiri) berswafoto dengan seorang petugas kepolisian Kota Gumi, belum lama ini.

REPUBLIKA.CO.ID, Laporan wartawan Republika.co.id, Andri Saubani, dari Busan, Korea Selatan

Tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Korea Selatan (Korsel) saat ini diresahkan oleh adanya isu pengaruh radikalisme di antara mereka. Belakangan, diketahui beberapa TKI mendukung ISIS lewat media sosial yang kemudian berdampak pada pengawasan kepolisian setempat terhadap aktivitas mereka di Negeri Ginseng.

“Baru setahun terakhir ada masalah soal ISIS di sini. Saya juga kaget,” kata Mohammad Pachrul Islam, kepada Republika.co.id, di Busan, Korsel, Ahad (28/8).

Pachrul telah bekerja di pabrik perakitan alat-alat elektronik di Korsel sejak 2005. Lantaran ia juga merupakan aktivis masjid di Kota Gumi, intel polisi belasan kali menginterogasinya sejak dua orang TKI asal Indramayu dan NTB ditangkap dan dideportasi setelah mengunggah pesan dukungan kepada ISIS melalui Facebook pada Oktober 2015.

“Terakhir diinterogasi bulan Juli, saya bilang kalau memang ada bukti saya terlibat ISIS silakan tangkap,” kata Pachrul.

Polisi Korsel pada akhirnya memang tidak berhasil membuktikan aktivitas Pachrul di Gumi berafiliasi dengan gerakan radikal, termasuk ISIS. Bahkan, kata Pachrul, belakangan ia malah menjadi akrab dengan polisi-polisi setempat setelah beberapa kali proses interogasi dilaluinya.

Namun, peristiwa pada Oktober 2015 itu, kata Pachrul, telah berimbas pada peningkatan pengawasan kepolisian terhadap aktivitas masjid.

“Mereka (polisi) sekarang sampai mendatangi masjid-masjid,” kata Pachrul, melanjutkan.

Pada Ahad (28/8), Pachrul dan beberapa rekannya yang bekerja di Gumi menyempatkan pergi ke Busan, tepatnya menuju Masjid al-Fatah. Di masjid ini, KBRI Seoul menggelar acara nonton bareng film Jihad Selfie sekaligus diskusi bersama sutradara Noor Huda Ismail dan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar.

Sebelumnya, pemutaran film dan diskusi juga dilaksanakan di Wisma Duta KBRI Seoul pada Sabtu (27/8) dan Masjid Mujahidin di Incheon.

Menurut Penanggung Jawab Konsuler dan Perlindungan WNI KBRI Seoul M Aji Surya, lewat kegiatan ini, pihaknya ingin membangun kesadaran masyarakat Indonesia di Korsel untuk berhati-hati terhadap paham-paham baru, terutama yang bersifat radikal yang tersebar di media sosial.

Apalagi, WNI di Korsel berpenghasilan tinggi sehingga mampu memiliki gawai canggih dengan dukungan kecepatan koneksi internet nirkabel (Wifi) yang tinggi. “Kami tidak ingin ada lagi WNI yang dicokok polisi atau dideportasi karena masalah atau aktivitas yang bisa digolongkan terorisme atau radikalisme,” kata Aji.    

Pachrul mengaku senang dengan kegiatan nobar dan diskusi oleh pihak KBRI Seoul. Alasannya, Pachrul tidak ingin ulah segelintir simpatisan ISIS di Korea mengakibatkan stigma negatif mayoritas TKI muslim. Satu rekan kerja Pachrul, Abdul Azis Karim, juga menyatakan hal yang sama.

“Acara ini menjadi motivasi bagi kami untuk tidak ikut-ikutan terpengaruh ISIS,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement