Selasa 30 Aug 2016 17:55 WIB

'Cina akan Malu Jika tak Akui Putusan Pengadilan Arbitrase'

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
Warga Filipina bereaksi atas putusan pengadilan arbitrase internasional PBB yang menolak klaim Cina atas Laut Cina Selatan, Selasa, 12 Juli 2016. Pengadilan memutuskan tidak ada dasar hukum atas sembilan garis putus-putus Cina.
Foto: AP Photo/Bullit Marquez
Warga Filipina bereaksi atas putusan pengadilan arbitrase internasional PBB yang menolak klaim Cina atas Laut Cina Selatan, Selasa, 12 Juli 2016. Pengadilan memutuskan tidak ada dasar hukum atas sembilan garis putus-putus Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Menteri Luar Negeri Filipina Perfecto Yasay mengatakan Cina akan malu jika tidak mengakui putusan pengadilan internasional atas klaim teritorial di Laut Cina Selatan.

Pengadilan arbitrase di Den Haag, Belanda, pada Juli lalu memutuskan Cina tidak memiliki kaitan sejarah dengan Laut Cina Selatan. Cina juga dinyatakan telah melanggar hak-hak kedaulatan negara lain.

"Kami berusaha membuat Cina memahami, agar mereka menghormati dan mengakui pengadilan arbitrase. Mereka akan malu jika tidak mengakuinya," kata Yasay dalam sidang kongres.

Ia menjelaskan, sebelum memulai pembicaraan bilateral Filipina berencana membuat kesepakatan dengan Cina untuk memungkinkan nelayan Filipina mengakses perairan yang kaya akan sumber daya laut tersebut.

Cina sebelumnya merebut Beting Scarborough pada 2012, dan menolak akses masuk bagi nelayan Filipina. Hal tersebut yang menjadi alasan Filipina mencari arbitrase.

"Ketika kami memulai negosiasi formal dengan Cina, kami harus melakukannya dalam konteks keputusan arbitrase," kata Yasay.

Cina mengklaim hampir seluruh bagian Laut Cina Selatan. Di perairan tersebut, lima triliun dolar AS angka perdagangan berputar setiap tahunnya. Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga memiliki klaim atas laut ini.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan, ia akan mengadakan pembicaraan dengan Cina tahun ini untuk membahas masalah tersebut.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement