REPUBLIKA.CO.ID, NAY PYI TAW -- Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon berada di Myanmar, Rabu (31/8). Ia menghadiri pertemuan tingkat tinggi para pejabat negara dari pemerintah dan militer Myanmar dengan kelompok etnis bersenjata.
Pertemuan yang digelar di ibu kota Nay Pyi Taw itu melibatkan 17 kelompok dan dibuka oleh Aung San Suu Kyi. Pembicaraan damai antarkelompok ini adalah bagian dari upaya mengakhiri konflik berdekade yang meliputi Myanmar.
Ban menggunakan pertemuan ini untuk menyinggung isu terpisah. Kunjungan ke Myanmarnya ini juga memiliki agenda kembali meningkatkan kepedulian terhadap kaum minoritas Rohingya.
Ban mengatakan kelompok etnis Muslim itu termarginalkan. Mereka tidak diakui oleh Myamar. Puluhan ribu etnis Rohingya kini tinggal di kamp sementara di utara Rakhine. Mereka terpaksa tinggal di sana setelah pertempuran berujung kekerasan dilakukan mayoritas kaum Buddha pada 2012.
Pemerintah tidak mengakui kewarganegaraan Rohingya. Tidak hanya pemerintah, penduduk juga menyebut mereka sebagai migran ilegal dari Bangladesh. Mereka tidak diakui keberadaannya secara hukum dan tidak punya hak pilih.
Ban mengatakan pada reporter, pemerintah Myanmar harus memastikan komitmennya untuk mengatasi akar masalah. "Rohingya berhak mendapat masa depan, harapan dan martabat," kata Ban.
Pekan lalu, Suu Kyi membentuk sebuah komisi untuk menangani isu Rohingya. Komisi akan melakukan penyelidikan yang dipimpin mantan Sekjen PBB Kofi Annan. Ban mengatakan Myanmar harus meyakinkannya soal hal ini.
Sementara, pertemuan yang dimulai Rabu akan berlangsung hingga empat hari kedepan. Dalam pembukaannya, Suu Kyi mengatakan persatuan sangat penting bagi masa depan Myanmar.
Suu Kyi mengenang, sudah lama Myanmar tidak mencapai persatuan dan rekonsiliasi nasional. "Jika tidak bisa, kita tidak akan pernah bisa menciptakan persatuan yang damai dan berkelanjutan," kata dia pada perwakilan yang hadir. Ban sepakat. Ia mengatakan pembicaraan ini adalah langkah awal yang penting.
Dilansir dari BBC, pertemuan ini akan membahas perseteruan kelompok yang terjadi selama ini. Negara yang juga dikenal sebagai Burma ini masih dilanda aksi kekerasan kelompok sejak merdeka pada 1948.