Rabu 07 Sep 2016 22:14 WIB

Profesor AS: Cina Harus Diimbangi di Laut Cina Selatan

Citra satelit terbaru menunjukkan pembangunan hanggar militer di Karang Subi, Laut Cina Selatan oleh Cina.
Foto: The New York Times
Citra satelit terbaru menunjukkan pembangunan hanggar militer di Karang Subi, Laut Cina Selatan oleh Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Kunci dari penyelesaian sengketa wilayah di Laut Cina Selatan adalah dengan mengimbangi kekuatan Beijing yang saat ini terlalu besar bagi negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.

Hal itu disampaikan Julian Ku, seorang profesor hukum internasional dari Universitas Hofstra Amerika Serikat di Jakarta, Rabu. Menurut Julian Ku, dengan kekuatan militer dan ekonomi paling besar se-Asia, Cina seringkali memaksakan kepentingan terhadap negara-negara kecil sekitar.

Hal itu seperti nampak pada penolakan Beijing pada keputusan pengadilan arbitrase internasional terkait sengketa wilayah dengan Filipina. Upaya mengimbangi kekuatan Cina sebenarnya telah banyak dilakukan oleh negara-negara bersengketa langsung, seperti Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunei Darussalam.

Prof. Ku memaparkan tiga perimbangan untuk mengimbangi kekuatan China yakni pertama ASEAN,  kedua Amerika Serikat dan ketiga yakni Alternatif.

Baca juga,  Sengketa Laut Cina Selatan, Cina-Filipina Abaikan Perundingan Langsung.

ASEAN, kata ia, memperjuangkan penandatanganan "Code of Conduct" (CoC) di tingkatan organisasi regional Asia Tenggara (ASEAN) untuk kemudian merundingkannya dengan Cina.

Selain itu, tidak lama setelah Pengadilan Tetap Arbitrase (PCA) di Den Haag mengumumkan keputusan yang membatalkan klaim teritorial "sembilan garis putus" dari Beijing di Laut Cina Selatan, Filipina langsung meminta ASEAN untuk mengeluarkan pernyataan bersama untuk mendesak Cina agar mematuhi keputusan tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement