Senin 12 Sep 2016 04:56 WIB

Pemerintah Turki Berhentikan 28 Wali Kota Baru, Warga Demo

Rep: Puti Almas/ Red: Israr Itah
Polisi Turki mengamankan pengunjuk rasa.
Foto: REUTERS/Sertac Kayar
Polisi Turki mengamankan pengunjuk rasa.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Bentrokan terjadi di wilayah selatan Turki setelah 28 wali kota yang baru terpilih diberhentikan oleh pemerintah negara itu, Ahad (11/9). Sebagian besar wali kota itu akan memimpin di wilayah yang ditempati etnis Kurdi. 

Pemerintah Turki memberhentikan para calon pejabat kota itu dengan menggunakan undang-undang darurat yang diberlakukan setelah kudeta gagal 15 Juli lalu. Wali kota yang baru akan ditunjuk oleh pemerintah. 

Setidaknya 200 orang mengadakan unjuk rasa besar-besaran menentang keputusan pemerintah. Mereka yang diantaranya berkumpul di luar balai kota Suruc kemudian dibubarkan dengan gas air mata oleh petugas keamanan. 

Empat orang, yang termasuk diantaranya adalah seorang wakil wali kota terpilih, juga ditangkap usai protes berlangsun. Dalam laporan media Turki, seperti dikutip BBC, untuk sementara waktu aliran listrik dan internet akan diputus di kota-kota yang terjadi bentrokan. 

Pemerintah Turki mengatakan ada 24 wali kota yang diyakini terkait dengan Partai Pekerja Kurditas (PKK). Sementara, empat lainnya juga berhubungan dengan Fethullah Gulen, ulama yang berbasis di Amerika Serikat (AS) dan dituding sebagai sosok di balik kudeta negara itu. 

Partai Rakyat Demokratik (HDP) yang pro Kurid mengutuk tindakan itu sebagai kudeta dan melanggar hukum. Ini  dinilai hanya menambah masalah yang selama ini terjadi antara pemerintah dengan warga di kota-kota yang banyak ditempati etnis Kurdi.

"Hal ini hanya semakin memperdalam konflik dan perpecahan etnis di Tukri," ujar pernyataan HDP, dilansir BBC, Ahad (11/9). 

Puluhan ribu orang tekah tewas dalam pemberontakan PKK yang terjadi di Turki selama puluhan tahun. Mereka menginginkan adanya pemerintahan tersendiri bagi etnis Kurdi. 

Menteri Kehakiman Turki Bekir Bozdag mengatakan wali kota dan anggota dewan yang dipilih melalui pemilu harus melakukan tugas sesuai dengan hukum. Jika mereka diduga terkait dengan kelompok terorisme, maka hal itu sangat membahayakan. 

"Jika mereka menggunakan dana serta fasilitas negara untuk kegiatan teroris, tentu hal ini sangat membahayakan dan harus dicegah secepatnya," jelas Bozdag. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement