REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Pasukan oposisi Suriah sepakat mematuhi gencatan senjata hingga akhir pekan ini. Gencatan senjata yang diprakarsai Amerika Serikat dan Rusia ini dimulai sejak Senin (12/9) malam.
Dilansir dari Asociated Press, Selasa (13/9), gencatan senjata menandai upaya perdamaian baru di tengah konflik yang telah berlangsung sejak 2011 tersebut. Perang Suriah tercatat telah menewaskan lebih dari 250 ribu orang dan belasan juta warga mengungsi dari rumah mereka.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Mikhail Bogdanov, mengatakan pembicaraan damai antara pemerintah dan pihak oposisi dapat dilanjutkan sesegera mungkin. Pernyataan tersebut juga didukung oleh beberapa negara barat lainnya. Mereka berharap, perundingan perdamaian dapat mencari solusi untuk mengalahkan ISIS dan kelompok ekstremis lain di Suriah.
Beberapa jam sebelum gencatan senjata mulai berlaku, Presiden Assad berjanji bahwa pemerintahannya akan kembali mengambil alih Suriah. Di Jenewa, utusan PBB untuk Suriah mengatakan, pihaknya akan memantau awal gencatan senjata.
Pemberontak dan pemerintah Suriah diharapkan untuk berhenti menyerang satu sama lain. Sekutu kunci Assad, yakni Rusia, Iran dan kelompok militan Lebanon Hizbullah juga telah mendukung kesepakatan.