REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Warga Suriah, yang sejak lama terjebak perang saudara, menikmati perdamaian terbatas sejak diberlakukan gencatan senjata pada Senin, bertepatan dengan Idul Adha.
Militer Suriah mengumumkan gencatan senjata di seluruh bagian negara itu sejak Senin pukul 19.00 (23.00 WIB) hinga 19 September. Gencatan senjata itu, yang diprakarsai Amerika Serikat dan Rusia, mengharuskan semua pihak di Suriah berhenti menggunakan semua peralatan tempur dan membuka jalan bagi bantuan kemanusiaan, termasuk di kota Aleppo.
Namun, gencatan senjata itu tidak berlaku untuk sejumlah kelompok, seperti ISIS. Militer Suriah, di sisi lain, juga menyatakan akan membalas semua pelanggaran dari kelompok oposisi.
Beberapa jam sebelum pemberlakukan gencatan senjata itu, Presiden Suriah Bashar al Assad mengunjungi Daraya, pinggiran Damaskus, yang baru-baru ini direbut kembali oleh tentara pemerintah. Dia juga menyempatkan diri menjalankan shalat Id bersama warga Daraya, yang selama empat tahun terakhir menjadi daerah kekuasaan kelompok oposisi.
Baca: Tentara Suriah Klaim Jatuhkan Pesawat Tempur Israel
Informasi dari berbagai sumber menunjukkan gencatan senjata itu masih bertahan hingga awal hari kedua. Namun mereka yang tinggal di Suriah punya pandangan berbeda mengenai masa depan kesepakatan itu.
Sebagian warga Aleppo, kota yang menjadi garis pertempuran atar berbagai pihak sejak 2012, menyatakan mereka tidak percaya pada para gerilyawan mengingat kegagalan gencatan senjata serupa pada awal tahun ini. Mereka mengatakan setiap kali ada gencatan senjata, para gerilyawan mengambil keuntungan dengan menyelundupkan senjata-senjata baru.
"Kami tidak mempercayai gencatan senjata, karena setiap kali ada kesepakatan itu, para pemberontak itu berkesempatan mengumpulkan senjata dan tentara baru. Gencatan senjata hanya merugikan masyarakat," kata Ibrahim Khalil kepada Xinhua.
Baca: Pasukan Oposisi Suriah Sepakat Gencatan Senjata
Namun, di kota-kota lain, beberapa warga berharap gencatan senjata dapat bertahan. "Saya berharap kesepakatan ini dapat diterapkan karena gencatan senjata adalah satu-satunya cara untuk menghindari kekerasan. Saya percaya kesepakatan ini akan bertahan dan menghentikan pertumpahan darah," kata Muhammad Burri kepada Xinhua.
Perang saudara di Suriah telah menewaskan lebih dari 250 ribu orang sejak Maret 2011 dan memaksa hampir lima juta orang mengungsi ke luar negeri, demikian data dari PBB.