REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Banjir besar yang melanda provinsi Hamyong, Korea Utara menyebabkan puluhan ribu orang
mengungsi dari tempat tinggalnya.
Menurut laporan pemerintah yang dikutip oleh BBC, banjir ini menewaskan 133 orang. Hampir 400 warga belum ditemukan karena tim penyelamat belum bisa mencapai daerah yang paling parah.
Banjir yang dipicu oleh Topan Lionrock datang saat Korea Utara menghadapi kemarahan global setelah melakukan uji coba nuklir kelima pada Jumat (9/9). Pejabat PBB di Korea Utara Murat Sahin mengatakan, skala dari bencana ini melampaui apa
pun yang pernah dialami oleh warga setempat.
Media pemerintah Korea Utara pun mengatakan warga mengalami penderitaan yang sangat besar di wilayah tersebut. Korea Utara kini dilanda kekurangan pangan dan sangat tergantung pada bantuan PBB untuk memberi makan penduduknya.
Baca: AS Desak DK PBB Beri Sanksi Baru Korut
PBB telah mengalokasikan delapan juta dolar AS tahun ini untuk memberikan bantuan kemanusiaan di Korea Utara. Menurut laporan PBB, banjir terburuk melanda sepanjang sungai Tumen, yang berbatasan dengan Cina. Akibatnya, akses ke sejumlah daerah di kabupaten Musan dan Yonsa seluruhnya terputus.
Delegasi Palang Merah Internasional di Korea Utara, Chris Staines mengatakan, kawasan itu menghadapi bencana yang sangat besar dan kompleks, "Banjir datang dengan kekuatan yang sangat besar. Menghancurkan segala sesuatu yang ada di hadapannya," ujar Staines seperti dikutip AFP.
Menurut Staines, di beberapa desa dekat kota Hoeryong nyaris tidak ada bangunan yang tersisa. “Para pengungsi kini berada dalam situasi yang sangat sulit dan ada risiko nyata dari banjir ini, terutama yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat," tambahnya.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan, lebih dari 140 ribu orang di membutuhkan bantuan. “Sekitar 16 ribu hektare lahan pertanian terendam banjir, dan sedikitnya ada 140 ribu orang yang sangat membutuhkan bantuan,” demikian bunyi pernyataan OCHA pada Ahad (11/9).