REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Sejumlah jamaah Iran di Eropa yang datang berhaji di bawah program Kementerian Budaya dan Informasi mengungkapkan tentang perlakuan pemerintahan Iran di dalam negeri. Menurut mereka, rezim Iran telah memaksakan penyatuan identitas serta budaya.
"Kejahatan terbesar yang kami hadapi adalah identitas kami menjadi terancam," ujar Jurnalis TV Kurdi Iran, Jamal Pookarim seperti dikutip Saudi Gazette belum lama ini. "Pemerintah mencoba untuk menanggalkan identitas asli kami sehingga memaksa menjadikannya Persia. Ini Persianisasi orang-orang."
Iran terdiri atas berbagai kelompok dan latar belakang budaya dari mulai Ahwaz Arab, Kurdi, Balukistan hingga Turki. Namun 70 persen populasinya merupakan bangsa Persia. "Tak ada kebebasan berekspresi. Ada batasan dalam mempraktikkan iman, kecuali dalam batas wilayat al faqih," ujar Pookarim.
Menurutnya, pemimpin tertinggi spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei mencoba untuk menjustifikasi penindasan di negara itu dan melakukan invasi di luar mengatasnamakannya sebagai utusan Tuhan. Iran, kata ia, ingin mengekspor revolusi dan sekaligus memproklamarikan Khamenei sebagai 'wali faqih'.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Yaqoub Hor Altostari, kepala media Arab Struggle Movement for the Liberation of Al Ahwaz. "Kelompok non-Persia dan kepercayaan yang dijajah oleh rezim diperlakukan sebagai sandera Khamenei.," tuturnya.