REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) dan Rusia sepakat memperpanjang gencatan senjata di Suriah selama 48 jam. Dengan demikian, bagian dari upaya untuk menghentikan konflik yang dimulai pada Senin (12/9) akan berlangsung selama tujuh hari.
Upaya menghentikan konflik yang ditengahi Menteri Luar Negeri AS John Kerry dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov itu kembali disepakati pada Rabu (14/9), Keduanya berbicara melalui sambungan telepon.
Dengan perpanjangan gencatan senjata, diharapkan kekerasan di Suriah dapat berkurang signifikan. Hal ini juga dimaksudkan agar bantuan kemanusiaan dapat disalurkan kepada warga Suriah. Selama konflik berlangsung, akses bantuan terputus dan banyak oang terkepung di dalam wilayah-wilayah, khususnya Aleppo.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Mark Toner juga menjelaskan akan ada kesepakatan lanjutan dengan Rusia, selain gencatan senjata. Diantaranya koordinasi serangan militer yang kedua negara lakukan untuk memukul mundur kekuatan kelompok militan diantaranya Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) serta Nusra Front.
"Ada kesepakatan secaa keseluruhan. Meski saat gencatan senjata ini berlangsung masih ada laporan kekerasan sporadis terjadi, namun secara signifikan tetap lebih rendah dibandingkan sebelumnya," ujar Toner dalam sebuah pernyataan, Rabu (14/9).
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (HAM) mengatakan tidak ada laporan korban tewas akibat pertempuran selama gencatan senjata kali ini berlangsung. Namun, akses bantuan kemanusiaan disebut belum dilakukan secara maksimal.
Utusan PBB untuk Suriah mengatakan pihaknya masih menunggu surat otorisasi pengiriman bantuan yang dikeluarkan oleh pemerintah negara itu. Setidaknya ada 20 truk yang membawa bahan-bahan makanan telah menuju Aleppo, kota yang menjadi tempat pertempuran paling sengit selama beberapa bulan terakhir.
Perang saudara yang berlangsung di Suriah selama lima tahun telah membuat ratusan ribu orang tewas. Selain itu, lebih dari 11 juta orang kehilangan rumah dan menjadi pengungsi.