Jumat 16 Sep 2016 10:23 WIB

Sadiq Khan: Ide Trump Bukti Minimnya Pengertian Sejarah AS

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ani Nursalikah
Wali Kota London Sadiq Khan
Foto: Reuters
Wali Kota London Sadiq Khan

REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Wali Kota London, Sadiq Khan mengatakan, calon presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump, menguntungkan bagi ISIS. Menurutnya, ide Trump melarang Muslim masuk AS adalah bukti minimnya pengertian dan kepedulian terhadap sejarah juga martabat AS.

Dalam kunjungan lima hari tersebut, ia menyatakan dukungan bagi kandidat presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton. Dalam kunjungannya, ia menyambangi Chicago dan New York.

"Tidak hanya itu, ia juga menguntungkan ISIS karena mengesankan tidak mungkin bagi Muslim berada di Barat dan menjadi liberal," kata dia, dikutip Telegraph, Jumat (16/9).

Khan menilai, AS perlu memperbaiki citranya yang toleran, penuh penghormatan dan menerima keberagaman.

"Saya berharap kandidat terbaik akan menang dan saya harap ia (Hillary) memenangkan suara mayoritas," kata Khan.

Baca: Jepang Gelar Patroli Gabungan dengan AS di Laut Cina Selatan

Ia mengaku terbuka jika Trump ingin menemuinya selama ia di AS. Khan mengatakan pada AP, ia sebenarnya tidak ingin terlibat dalam Pemilu Presiden AS. Namun, ia akan tetap senang jika bisa bertemu dengan para kandidat untuk membahas soal kegembiraan di London yang dipimpinnya.

Khan sebelumnya hadir dalam konferensi isu global di Montreal bersama dengan PM Kanada, Justin Trudeau. Selama konferensi, ia menekankan pentingnya mengintegrasikan komunitas minoritas etnis.

"Kenyataan kebencian telah hadir di ruang-ruang tidur rakyat telah membuatnya jadi tanggung jawab saya dan Justin," kata Khan.

Ia juga yakin Inggris akan mengikuti langkah Kanada untuk lebih menolong pengungsi Suriah. Sejak November 2015 hingga Februari 2016, Kanada telah menerima 25 ribu pengungsi Suriah. Sementara Inggris baru bersedia menerima 20 ribu pengungsi hingga 2020.

Khan terbang ke Amerika Serikat untuk menunjukkan London terbuka bagi bisnis setelah Inggris memilih meninggalkan Uni Eropa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement