REPUBLIKA.CO.ID, ALEPPO -- Pasukan militer Pemerintah Suriah mengumumkan telah memulai serangan baru di wilayah timur Aleppo. Serangan yang menargetkan kelompok oposisi itu dilakukan melalui udara pada Rabu malam (21/9).
Dilaporkan dalam serangan udara tersebut sedikitnya 13 orang tewas. Belum dipastikan apakah pertempuran terbaru yang dilakukan setelah runtuhnya kesepakatan gencatan senjata antara dua belah pihak juga melibatkan pasukan darat.
Gencatan senjata yang ditengahi oleh Amerika Serikat (AS) dan Rusia sbeleumnya telah dibicarakan kembali dalam pertemuan PBB di New York. Namun, masing-masing pihak yang bersebrangan dalam konflik Suriah ini tidak menghasilkan kemajuan apa pun setelah pembicaraan dilakukan.
Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengatakan tidak bisa terus berupaya menciptakan perdamaian di salah satu negara di Timur Tengah itu. Ia meminta Rusia, yang mendukung Pemerintah Suriah, menahan diri dan meminta pesawat tempurnya berhenti beroperas terlebih dahulu.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menjelaskan pihaknya telah berusaha mempertahankan gencatan senjata. Namun, pada kenyataannya hanya Pemerintah Suriah yang mengambil langkah itu dan oposisi tetap memulai pertempuran.
Utusan PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura mengatakan pertemuan AS dan Rusia kali ini sebagai satu hal yang sangat mengecewakan. Dua negara tidak menemukan kesepakatan setelah dialog yang panjang.
"Ini adalah sebuah bencana. Kegagalan diplomasi yang berakibat bencana," ujar Staffan dilansir BBC, Jumat (23/9).
Media Pemerintah Suriah sebelumnya telah meminta warga sipil yang berada di wilayah-wilayah yang dikuasai oposisi untuk mengungsi. Pihak militer negara itu mengatakan terdapat jalur evakuasi bagi mereka yang ingin melarikan diri, termasuk pemberontak.
Aleppo merupakan salah satu kota terbesar di Suriah yang sejak 2012 lalu terbagi atas dua wilayah kekuasaan. Pemerintah negara itu memiliki kontrol atas wilayah barat, sementara oposisi untuk timur.