REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Internasional, Teuku Rezasyah menilai debat Calon Presiden (Capres) Amerika Serikat pertama yang berlangsung, Senin (26/9) malam di Hofstra University, New York belum bisa dijadikan tolak ukur kemenangan kedua kandidat.
Meskipun dalam sebuah polling terbaru CNN, Capres dari Partai Demokrat, Hillary Clinton menang atas Donald Trump.
“Ini masih panjang, ini ibarat lari marathon, mungkin saja Trump terlihat kalah, tapi bagi pendukung fanatik tidak kalah. Tentu dia akan mencari titik lemah dari dialog yang terjadi kemarin,” ujar Rezasyah saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (27/9).
Rezasyah meyakini, Trump tidak bodoh dan pasti memiliki strategi hingga masuk waktu pemilihan. Pasalnya, menurutnya, pertarungan sesungguhnya berada pada satu minggu sebelum pencoblosan.
Trump diduga akan menggunakan jurus untuk menyadarkan orang bahwa seorang presiden itu mengalami proses pendewasaan. Karena itu, kata Rezasyah, kritik Trump terhadap Islam dan pendatang akan berkurang.
Baca juga, Trump Kewalahan Hadapi Hillary.
Kekalahan Trump pada debat pertama, lanjutnya, hanya terlihat di media. Namun, semua tidak mengetahui apa yang dilakukan tim mereka. Bisa saja Trump mendapatkan pencerahan di menit-menit akhir. “Pencerahan itu bisa terjadi setelah tim dia menjamin suara dia tetap. Dan dia berharap suara dari swing voter,” kata Rezasyah.
Rezasyah mencontohkan Trump bisa saja mendapatkan suara dari kelompok Muslim dan pendatang yang selama ini dikritik. Dengan dalih seorang presiden harus mengayomi semua warganya.