Senin 03 Oct 2016 08:02 WIB

Warga Kolombia Tolak Perjanjian Damai dengan FARC

Rep: dyah ratna meta novia/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Kolombi Juan Manuel Santos (depan kiri) dan pemimpin FARC Rodrigo Londono usai menandatangani perjanjian damai di Cartagena, Kolombia yang mengakhiri perang 50 tahun, Senin, 26 September 2016.
Foto: AP Photo/Fernando Vergara
Presiden Kolombi Juan Manuel Santos (depan kiri) dan pemimpin FARC Rodrigo Londono usai menandatangani perjanjian damai di Cartagena, Kolombia yang mengakhiri perang 50 tahun, Senin, 26 September 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, CARTAGENA -- Warga Kolombia menolak perjanjian damai dengan kelompok oposisi Farc. Ini terlihat dengan hasil referendum yang menunjukkan 50,24 persen warga Kolombia menolak perjanjian damai antara Pemerintah Kolombia dengan FARC.

Sementara hanya 49,8 persen warga yang mendukung perjanjian damai dengan FARC tersebut. Penolakan itu membuat perjanjian damai antara Pemerintah Kolombia dengan FARC menjadi tak jelas.

Perjanjian damai tersebut ditandatangani Presiden Kolombia Juan Manuel Santos dan Pemimpin FARC, Timoleon Jimenez setelah beberapa tahun negosiasi. Perjanjian damai ini harus diratifikasi dan dijadikan hukum di Kolombia.

Kelompok FARC setuju menurunkan senjatanya setelah 52 tahun memberontak. Mereka sepakat dengan perjanjian damai karena akan menjadi partai politik dan ikut dalam kancah perpolitikan di Kolombia.

Seperti dilansir BBC, Senin (3/10), Presiden Kolombia Juan Manuel Santos memperingatkan tak ada rencana B untuk mengakhiri konflik yang telah membunuh 260 ribu orang tersebut. Pekan lalu, Presiden Santos, para pemimpin dunia, dan Komandan FARC merayakan berakhirnya konflik antara Pemerintah Kolombia dan FARC yang merupakan salah satu konflik bersenjata terpanjang di kota bersejarah Cartagena.

Namun saat ini Presiden Santos mengalami masa-masa sulit yang terjadi di Kolombia. Jika ia tetap pada pernyataannya tak ada rencana B. Kemudian suatu ketika gencatan senjata dihentikan, maka perang dengan FARC akan terjadi lagi.

Mantan Presiden Kolombia Alvaro Uribe menyatakan, Pemerintah Kolombia saat ini memperlakukan FARC dengan terlalu lunak. "Jika tak ada pemilih yang menang maka pemerintah harus kembali ke meja negosiasi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement