Senin 03 Oct 2016 20:55 WIB

Reformasi di Arab Saudi, Ganti Kalender Hijriyah Hingga Potong Gaji

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Budi Raharjo
Burj Al-Mamlakah, tetengger Kota Riyadh, Arab Saudi (ilustrasi)
Foto: NET
Burj Al-Mamlakah, tetengger Kota Riyadh, Arab Saudi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Masalah keuangan membuat Arab Saudi harus membuat kalender Islam yang digunakan sejak kerajaan Saudi berdiri pada 1932, terbuang. Sejumlah perubahan keuangan disahkan untuk mengatasi defisit akibat merosotnya harga minyak dunia.

Perubahan ini akan membuat PNS kehilangan 11 hari kerja sehingga gaji berkurang. Para PNS kini digaji seperti sistem pada perusahaan swasta. Kerajaan Saudi juga melakukan jumlah pemotongan untuk penyesuaian. 

Dewan Kementerian yang dipimpin oleh Pangeran Muhammad Bin Naif mengumumkan setiap orang yang mengajukan visa untuk melakukan ibadah haji kali kedua akan dikenakan biaya 2.000 riyal atau 410 poundsterling.

Harga untuk haji pada umumnya pun akan meningkat 200 riyal untuk dua bulan visa dan 300 riyal untuk tiga bulan. Pada PNS, kerajaan membatalkan bonus dan gaji dikurangi 20 persen. Tunjangan untuk pekerja publik pun akan dikurangi.

Gaji anggota legislatif pun kena penyesuaian kebijakan dengan dikurangi 15 persen. Para pejabat senior tak terlupakan, pemerintah tidak akan lagi menyediakan kendaraan dinas bagi mereka di tahun keuangan selanjutnya.

Selain ini, seperti ditulis Independent, para menteri akan membayar keperluan ponsel mereka sendiri mulai tahun Islam berikutnya. Langkah-langkah ini adalah rencana kebijakan penghematan yang dipimpin oleh Pangeran Muhammed. 

Arab Saudi menderita defisit tertinggi di antara 20 negara ekonomi terbesar. Selain karena masalah anjloknya harga minyak, juga karena perang di Yaman.

Harga minyak mencapai puncaknya pada 100 dolar AS per barel pada pertengahan 2014 namun jatuh ke titik terendah jadi 26 dolar AS per barel pada Februari tahun ini. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement