Selasa 04 Oct 2016 19:23 WIB

Latihan Perang AS-Filipina Digelar di Tengah Keraguan Aliansi

Presiden terpilih Filipina Rodrigo Duterte
Foto: Reuters
Presiden terpilih Filipina Rodrigo Duterte

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Filipina dan Amerika Serikat menggelar latihan gabungan militer tahunan, Selasa (4/10), sepekan setelah presiden baru di Manila mengatakan bahwa latihan tersebut akan menjadi yang terakhir.

Presiden Rodrigo Duterte menolak dengan kemarahan, kekhawatiran AS mengenai perang berdarah melawan narkoba yang dilancarkannya sejak menjabat pada Juni. Ucapan kasarnya membuat salah satu persekutuan Washington paling penting di Asia itu dipertanyakan.

Meski demikian, latihan tahunan pendaratan amfibi antara militer Filipina dan Marinir AS akan tetap digelar sesuai rencana di pulau wilayah utara Luzon, Selasa. Personel AS dan Filipina tampak saling rangkul dan berbincang dalam upacara pembukaan di Manila. Latihan tersebut akan digelar hingga 12 Oktober.

"Kami memiliki ikatan unik dan awet di kawasan ini, dan setiap tahun kami menawarkan undangan untuk memperkuat hubungan kami selama (latihan ini)," kata Brigadir Jenderal Marinir AS John Jansen dalam pidatonya.

Para pemimpin militer dari kedua negara juga mulai mempersiapkan latihan baru untuk tahun depan. Duterte hampir setiap hari meluapkan emosi kepada Amerika Serikat selama bulan lalu, dan pernah menyebut Presiden Barack Obama sebagai anak sundal, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah Manila akan mempersulit diplomasi kawasan.

Meskipun khawatir dengan pernyataan-pernyataan Duterte, para pejabat maupun mantan pejabat AS menganggap enteng dampaknya. Duterte kemudian mengatakan ia menyesal menggunakan bahasa seperti itu untuk menyebut Obama. Washington bergantung pada aliansinya dengan Filipina untuk memperkuat pengaruhnya di Asia, sebagai penyeimbang perkembangan pesat Cina.

Duterte secara aktif mendekati pesaingnya, Rusia dan Cina, dan mengatakan mereka menyatakan dukungan ketika ia mengeluh soal Amerika Serikat. Menteri luar negeri pemerintahan Duterte mengatakan komentar-komentarnya sudah diluar konteks dan, meski para pejabat AS mengungkapkan kekhawatiran soal pernyataannya itu, mereka yakin dengan fakta bahwa ia belum menerjemahkan kata-katanya itu menjadi pengurangan kerja sama militer.

Amerika Serikat memberikan bantuan asing serta bantuan militer dan pembangunan bernilai ratusan juta dolar dalam beberapa tahun terakhir, sehingga menjadikannya negara penerima bantuan AS ketiga terbesar di Asia, setelah Afghanistan dan Pakistan. Seorang pejabat Kedubes AS mengatakan Selasa, kedua belah pihak melanjutkan kerja sama.

"Kami terus bekerja dengan rekan kami dalam hubungan bilateral seperti yang kami tahu dan sudah berlangsung selama beberapa dekade," kata pejabat kedutaan Emma Nagy.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement