REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Dua koran utama pemerintah Cina mengolok-olok pemilihan presiden Amerika Serikat. Edisi Sabtu (8/10), mengatakan, banyak skandal pada dua calon presiden AS menunjukkan negara itu tidak punya hak menggurui negara lain soal demokrasi.
Pemerintah cenderung tidak menanggapi pemilihan presiden itu karena tidak ingin dilihat ikut campur urusan dalam negeri negara lain. Tapi media pemerintah justru gencar membahas masalah tersebut.
Politik satu partai (Komunis) Cina kerap dikritik negara lain, khususnya AS. Namun Cina mengatakan, negara lain tidak berhak mencoba dan memaksanya berubah karena sistem itu dinilai tepat.
Media milik partai itu, People's Daily menilai pemilihan presiden AS berjalan "kacau", khususnya jika terkait masalah pajak, yang menimpa calon "bermulut besar" Partai Republik, Donald Trump. Kemudian, penggunaan surat elektronik pribadi serta kesehatan calon dari Partai Demokrat, Hillary Clinton.
Kedua calon itu tampak fokus pada skandal pribadi daripada membahas masalah penting, seprti terlihat dalam debat pertama calon presiden itu. "Keanehan semacam itu jelas menunjukkan sistem politik AS yang dalam praktiknya cukup korup," katanya dalam kolom opini ditulis oleh nama pena "Zhong Sheng" berarti "Suara Cina".
Nama itu kerap digunakan untuk memberi pandangan terkait kebijakan luar negeri. "Dalam kurun waktu lama, sistem pilpres AS digunakan sebagai alat yang menjamin superioritas negaranya, bahkan dipakai untuk mengkritisi sebagian besar negara berkembang," katanya. "Arogansi 'pendeta demokrasi' itu mesti dipikirkan ulang."
Koran lain, Global Times dalam tajuknya berbahasa Cina dan Inggris mengatakan, skandal tersebut menunjukkan tidak ada hal unggul dalam demokrasi Barat. "Negara Barat punya sistem hukum baik untuk menjamin stabilitas sosial di tengah kekacauan tersebut, tetapi banyak negara berkembang belajar dari mereka justru menjadi tidak stabil," katanya.