REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Pesawat tempur Saudi menghantam sebuah upacara pemakaman di ibu kota Sanaa, Yaman, Sabtu (8/10). PBB mengatakan lebih dari 140 orang yang hadir di sana tewas.
Koaliasi pimpinan Saudi menyangkal melakukan serangan. Pejabat PBB yang bertugas dalam upaya kemanusiaan Yaman, Jamie McGoldrick mengatakan lebih dari 525 orang lainnya terluka.
Sementara, menurut Menteri Kesehatan, Ghazi Ismail, korban tewas berjumlah 82 orang. Namun, informasi yang tidak jelas membuat jumlahnya tidak bisa dipastikan.
Ismail mengatakan, serangan udara terjadi di bagian selatan Sanaa, yang merupakan tempat dominan Houthi. Ini merupakan insiden yang paling banyak memakan korban jiwa sejak Saudi memimpin invasi pada 2015.
"Agresi Saudi melakukan kejahatan fatal hari ini, dengan menyerang tempat berkabung keluarga al-Roweishan, menargetkan penduduk di sana," kata Ismail. Ayah menteri dalam negeri, Jalal al-Roweishan yang meninggal pada Jumat.
Insiden kali ini bisa memperkeruh hubungan Saudi dan AS. Gedung Putih mengatakan akan mempertimbangkan dukungannya terhadap kampanye militer pimpinan Saudi di Yaman. "Atas kejadian ini dan sebelum-sebelumnya, kami akan segera meninjau ulang untuk mengurangi dukungan terhadap koalisi pimpinan Saudi," kata Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Ned Price dalam pernyataan.
Sementara, sumber koalisi Saudi menyangkal keterlibatan dalam serangan. "Tentu tidak ada operasi seperti itu," kata seorang sumber anonim. Menurutnya, koalisi sedang meninjau laporan ini. Koalisi juga lebih sering menghindari acara perkumpulan.
Rival regional Saudi, Iran menggambarkan serangan itu mengerikan dan tidak berperikemanusiaan. Iran menyerukan kembali pembicaraan damai antara pihak internal Yaman.
"Untuk menyelesaikan krisis Yaman, tidak ada solusi selain menghentikan agresi Saudi dan memulai pembicaraan baru semua pihak di Yaman," kata Menteri luar negeri Iran, Bahram Qasemi.