Selasa 11 Oct 2016 08:33 WIB

Hillary Clinton Terancam Kehilangan Suara dari Pemilih Kunci

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Calon presiden AS dari Partai Demokrat Hillary Clinton dalam debat presiden, Senin, 26 September 2016.
Foto: AP Photo/Julio Cortez
Calon presiden AS dari Partai Demokrat Hillary Clinton dalam debat presiden, Senin, 26 September 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Calon presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat Hillary Clinton menghadapi risiko atas kemungkinan pemilih yang tidak ikut dalam pemungutan suara November mendatang. Dalam kampanye yang dilakukan, Clinton dinilai gagal mendapat perhatian dari konstituen kunci, termasuk pemilih minoritas, dan golongan liberal partainya.

Hal inilah yang disebut menurunkan motivasi kelompok pemilih untuk menggunakan haknya pada hari pemungutan suara. Dalam sebuah jajak pendapat, banyak pemilih yang mendukung Clinton untuk menghentikan langkah saingannya, calon presiden AS dari Partai Republik Donald Trump.

Kampanye dari Clinton selama ini menunjukkan bahwa Trump tidak layak menjadi presiden dengan berbagai sikap kontroversialnya. Ia menyasar kelompok seperti anak-anak muda Amerika, warga kulit hitam, hingga pekerja berpenghasilan rendah yang selama ini menjadi pemilih mayoritas Partai Demokrat.

Namun, hal-hal yang ditunjukkan oleh istri dari Bill Clinton itu disebut belum meyakinkan para pemilihnya. Ia masih harus mengandalkan mobilisasi pemilih yang luas dan baik, agar dapat lebih unggul dari Trump.

Kekhawatiran baru Clinton yang muncul dari kelompok pemilih Partai Demokrat juga terjadi karena adanya percakapan yang menyebar antara dirinya dengan sejumlah bank dan perusahaan besar. Dalam pembicaraan, sejumlah bank dan perusahaan besar disebut membayar dirinya karena khawatir tidak mendapat dukungan dalam melakukan perdagangan global.

Kalangan liberal Demokrat dilaporkan geram dengan adanya percakapan ini. Mereka menunggu Clinton agar dapat membuat tindakan positif yang membuat pemilih bersimpati padanya dan jauh lebih unggul di atas Trump.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement