REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Bocoran dari surat elektronik atau email milik Hillary Clinton dan Ketua Tim Kampanye Partai Demokrat, John Podesta di Wikileaks diyakini sebagai upaya dari Rusia untuk mempengaruhi pemilihan calon presiden Amerika Serikat (AS) November mendatang. Pemerintah negara itu melakukan serangan siber dan merekayasa isi data-data di dalamnya.
"Pemerintah Rusia diyakini menggunakan Wikileaks sebagai alat campur tangan dalam pemilihan presiden November," ujar keterangan dari sejumlah analis AS seperti dilansir Independent, Rabu (12/10).
Bocoran data terbaru dari Wikileaks menunjukkan email pada 17 Agustus 2014 milik Clinton. Dalam surat elektronik itu, Clinton nampaknya percaya Arab Saudi dan Qatar mendukung Negara Islam irak dan Suriah (ISIS), serta kelompok teroris lainnya. Dukungan itu terkait dengan dana dan logistik.
Calon presiden AS dari Partai Demokrat itu mengirim pesan terhadap Podesta untuk melakukan upaya diplomatik dan intelijen dalam menekan Arab Saudi dan Qatar. Dengan demikian, dua negara di Timur Tengah itu tidak lagi meneruskan dukungan pada ISIS yang keberadaannya mengancam keamanan dunia.
Baca juga, Menguak Misi Intelijen Rusia Membajak Pemilu Presiden AS.
"Sementara operasi militer bergerak maju, kita perlu menggunakan aset diplomatik dan intelijen untuk memberi tekanan kepada pemerintah Arab Saudi dan Qatar, yang memberikan dukungan keuangan dan logistik untuk ISIS dan dan kelompok radikal di wilayah ini," tulis Clinton untuk Podesta, dilansir Independent, Rabu (12/10).
Meski demikian, pada awal tahun ini, Qatar dan Amerika Serikat (AS) menjalin hubungan kerja dalam upaya melawan ISIS. Pada Juni lalu, pesawat pengebom AS, B-52 Stratofortress terbang ke Pangkalan Udara Al Udeid untuk menyerang ISIS.