REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sebuah kelompok 17 negara yang dipimpin Belarusia telah memblokir sebuah rencana untuk menyertakan hak kaum gay, lesbian dan transgender (LGBT) dalam sebuah strategi perkotaan baru yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Kanada yang didukung oleh Uni Eropa, Amerika Serikat dan Meksiko mendorong agar pengakuan bagi kaum LGBT dan keberadaan homofobia disertakan dalam sebuah dokumen kebijakan yang akan diselesaikan pada konferensi tingkat tinggi PBB di Ekuador pekan depan.
Rencana Perkotaan Baru PBB adalah perjanjian tidak mengikat untuk mengatasi tantangan yang berkembang pesat di kota-kota secara global dan akan disahkan di Habitat III, Quito, Ekuador. Agenda PBB itu akan menetapkan pedoman bagi pembangunan perkotaan yang berkelanjutan selama 20 tahun ke depan.
Pengakuan bagi hak masyarakat LGBT dan keberadaan homofobia dinilai akan menjadi langkah signifikan dari PBB. Saat ini, 76 negara menganggap hubungan sesama jenis sebagai tindakan ilegal dan di tujuh negara hubungan seperti itu bisa dikenakan hukuman mati.
Akan tetapi, narasumber mengatakan kampanye yang dilancarkan dibalik layar oleh Belarusia, yang didukung oleh berbagai negara termasuk Rusia, Mesir, Qatar, Indonesia, Pakistan dan Uni Emirat Arab, berujung hanya pada pencantuman kota-kota yang ramah pada keluarga. Juru bicara pemerintah Kanada Josh Bueckert mengatakan pemerintah Kanada berjuang keras agar hak-hak gay serta homofobia resmi diakui.
Pada bagian dari "Seruan untuk Bertindak" dalam dokumen itu, pengakuan hak dari kelompok-kelompok tertentu yang mengalami diskriminasi dan kerentanan khusus di kota-kota besar termasuk perempuan dan anak perempuan, kaum difabel, masyarakat adat, tunawisma, penghuni daerah kumuh, pengungsi dan pemuda, namun tidak menyebutkan kaum LGBT.
Sentimen Anti-gay
Negosiasi untuk merumuskan Rencana Baru Perkotaan telah dilaksanakan selama berbulan-bulan di seluruh dunia.
Pertemuan-pertemuan terakhir, sebelum konferensi pekan depan yang diperkirakan akan diikuti 30 ribu delegasi, telah dilangsungkan di New York pada Agustus dan di Surabaya, Indonesia pada Juli.
Pemerintah Indonesia menyatakan pada Agustus tidak ada tempat bagi gerakan LGBT di Nusantara. Para narasumber mengatakan pada hari kedua perbincangan di Surabaya, kata-kata "ramah keluarga" muncul dari delegasi Belarusia sebagai pilihan yang lebih disukai dan Rusia serta Mesir mendukung perubahan itu.
Akan tetapi, anggota delegasi Belarusia tidak bisa dihubungi untuk dimintai komentar. Pernyataan resmi dari Belarusia menekankan kebutuhan untuk mengutamakan keluarga dalam Agenda Pembangunan PBB pasca2015 dan mengatakan pernyataan itu dibuat atas nama 17 negara. Daftar dari negara-negara tersebut juga termasuk Bangladesh, Malaysia, Nigeria, Arab Saudi, Somalia, Iran dan Zimbabwe. Pernyataan itu juga mengatakan kelompok itu ingin menegaskan kembali keluarga adalah unit alami dan mendasar dalam masyarakat.