Selasa 18 Oct 2016 19:47 WIB

112 Juta Warga Dunia Terancam Miskin Ekstrem

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ani Nursalikah
Petani melintas di lahan pertanian tumpang sari yang ditanami bibit cabai dan sayuran selada di Pakis, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (22/4).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Petani melintas di lahan pertanian tumpang sari yang ditanami bibit cabai dan sayuran selada di Pakis, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (22/4).

REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Laporan terbaru PBB pada Senin (17/10) menyebut hampir 122 juta orang di seluruh dunia terancam miskin ekstrem pada 2030. Hal ini disebabkan perubahan iklim dan minimnya upah bagi petani.

"Perubahan iklim adalah ancaman utama dan terus berkembang untuk keamanan pangan global," kata laporan tersebut.

Minimnya sumber pangan akan membawa pada kemiskinan ekstrem pada sekitar 35 hingga 122 juta orang pada 2030. Komunitas bertani di negara Afrika akan jadi pihak paling terpukul. Laporan State of Food and Agriculture 2016 itu dipublikasikan oleh FAO. Lembaga pangan PBB ini menyerukan transformasi mendalam pada sistem pangan dan pertanian agar kemungkinan di atas bisa diminimalisir.

FAO menyebut pertanian skala kecil yang jumlahnya mencapai setengah triliun di dunia itu sangat butuh bantuan. "Tanpa mengadopsi sistem lahan berkelanjutan, perairan, perikanan dan kehutanan, kemiskinan global tidak bisa diatasi," katanya dilansir The Guardian.

Komunitas internasional juga tetap harus mengurangi kontribusi gas rumah kaca dari pertanian agar emisinya tidak memicu masalah di ranah lain, seperti pemanasan global. Laporan setebal 194 halaman itu juga berisi gambaran pertanian dan keamanan pangan di masa depan, seperti bagaimana skenarionya di sejumlah iklim yang berbeda.

Di sejumlah tempat rawan, seperti pulau kecil atau tempat dengan cuaca ekstrem, imbas dari perubahan iklim akan sangat kacau. Dalam skenario pertama, perubahan iklim akan terjadi sangat lamban sehingga pertanian bisa beradaptasi.

Namun dalam skenario terburuk, perubahan yang tidak menentu dan terjadi sangat cepat akan membuat dunia sulit beradaptasi. Konsekuensi paling mungkin adalah penurunan ladang panen, meningkatnya harga pangan hingga menimbulkan kelangkaan.

"Lebih lama lagi, produksi makanan bisa jadi tidak mungkin lagi di sejumlah area di dunia," katanya.

Laporan menjelaskan sejumlah strategi agar hal tersebut bisa dihindari. misalnya meragamkan produksi panen, integrasi yang lebih baik antara pertanian dan habitat alami, agroekologi dan intensifikasi berkelanjutan.

Hingga 2030, imbas perubahan iklim akan memberikan keuntungan dan kerugian. Salah satu keuntungannya adalah ladang pangan akan mulai bermunculan di area dingin. Namun dampak buruknya adalah ancaman terhadap sistem pangan di sejumlah area lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement