REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Anti-Semitisme atau anti-Yahudi bangkit kembali di Eropa tahun-tahun belakangan ini dan ternyata sentimen itu mencatat dimensi baru di Amerika Serikat yang ironisnya bertepatan dengan kemunculan Donald Trump pada Pemilu Presiden AS kali ini.
Pemilu kali ini membuat kefanatikan masuk ke arus utama perpolitikan Amerika, ulas New York Times dalam lamannya.
Berdasarkan penelitian Liga Anti-Defamasi, salah satu kelompok lobi Yahudi yang kuat mencengkeram AS, ada sekitar 2,6 juta pesan anti-Yahudi di Twitter dari Agustus 2015 sampai dengan Juli 2016. Dari jumlah itu, 19.253 pesan di antaranya ditujukan kepada para wartawan.
Yang mencengangkan adalah ada kenaikan signifikan pada awal tahun ini ketika kampanye presiden AS semakin memanas. Sekitar 800 wartawan menjadi sasaran pesan anti-Yahudi di Twitter yang 10 wartawan di antaranya menerima 83 persen dari total serangan pesan anti-Yahudi di Twitter.
Kata-kata yang sering muncul dari penulis pesan anti-Yahudi di Twitter itu adalah "Trump", "nasionalis", "konservatif", dan "(kulit) putih".
Kebanyakan dari para pemilik 1.600 akun Twitter anti-Yahudi ini adalah anonim, namun paling tidak berasal dari dua tokoh pemuja supremasi kulit putih, yakni Andrew Anglin sang pendiri laman Daily Stormer, dan Lee Rogers dari Infostormer.
Laporan Liga Anti-Defamasi itu tidak jelas menunjukkan apakah kampanye Trump mendukung atau menganjurkan serangan anti-Yahudi. Yang jelas serangan anti-Yahudi ini banyak ditujukan kepada pendukung Liga Anti-Defamasi, demikian Antara Ness.