REPUBLIKA.CO.ID, QAYYARA -- Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) meluncurkan serangan besar di Kirkuk, Jumat (21/10). Serangan dilakukan menyusl pergerakan pasukan Irak bersama Peshmerga Kurdi yang dimulai dari wilayah sekitar Mosul hingga ke pusat kota.
Kirkuk merupakan salah satu kota yang terletak sekitar Mosul. Selama ini, kota itu menjadi salah satu kawasan produksi minyak terbesar di Irak.
Dalam serangan ISIS tersebut, sebanyak 18 orang tewas termasuk di antaranya adalah pasukan keamanan dan pekerja di sebuah pembangkit listrik. Selama ini, Kirkuk juga berada di bawah kendali kelompok militan tersebut.
ISIS juga menyerang beberapa bangunan kepolisian. Dilaporkan anggota kelompok yang melakukan penyerangan hingga saat ini masih bersembunyi dalam beberapa bangunan kosong yang ditinggalkan di Kirkuk, seperti masjid dan hotel.
Serangan untuk merebut kembali Mosul yang dikuasai ISIS sejak 2014 lalu dimulai pada awal pekan ini. Pasukan Pemerintah Irak bersama dengan Peshmerga Kurdi menjalin kekuatan bersama koalisi pimpinan Amerika Serikat.
Pasukan Irak melaporkan telah berhasil membersihkan delapan desa di wilayah selatan dan tenggara Mosul dari ISIS. Sementara itu, pasukan Kurdi yang meluncurkan serangan dari wilayah utara dan timur kota itu juga telah merebut beberapa desa.
Menteri Pertahanan AS Ash Carter mengatakan Turki dan Irak juga telah mencapai kesepakatan prinsip. Dengan demikian, ada kemungkinan Turki akan ikut membantu serangan untuk menumpas ISIS.
Setidaknya ada 5000 pasukan AS yang berada di Irak. Peranan Washington selain meluncurkan serangan udara, juga menjadi penasihat militer dan membantu mengatur strategi pertempuran untuk pasukan Irak. Namun, komando militer Kurdi mengatakan serangan udara dirasa belum cukup.
Meski demikian, Perdana Menteri Irak Haidar Al Abadi mengatakan serangan di Mosul mengalami kemajuan lebih cepat dari apa yang diharapkan. Dengan demikian, ia optimistis bahwa kota itu dapat bersih dari ISIS kurang dalam waktu perkiraan, sekitar dua bulan.
Diperkirakan, pertempuran di Mosul kali ini adalah yang terbesar di Irak sejak invasi AS di negara itu pada 2003 lalu. PBB mengatakan di kota itu harus dilakukan operasi bantuan kemanusiaan skala besar, mengingat sekitar 1,5 juta warga sipil masih berada di dalamnya.