Kamis 27 Oct 2016 13:21 WIB

Anggota Partai Republik Banyak yang Beralih Pilih Clinton

Rep: dyah ratna meta novia/ Red: Ani Nursalikah
Calon presiden AS Hillary Clinton dan Donald Trump usai melakukan debat ketiga dan terakhir di Las Vegas, rabu, 19 Oktober 2016.
Foto: AP Photo/John Locher
Calon presiden AS Hillary Clinton dan Donald Trump usai melakukan debat ketiga dan terakhir di Las Vegas, rabu, 19 Oktober 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Saat ini banyak anggota Partai Republik yang siap memilih Hillary Clinton sebagai presiden daripada Donald Trump. Padahal Donald Trump merupakan calon presiden dari Partai Republik, sedangkan Clinton dari Partai Demokrat.

Kebanyakan anggota Partai Republik kecewa dengan Trump karena ia terlibat banyak skandal seksual. Ia juga terkenal sering meremehkan dan melecehkan perempuan.

Bahkan banyak perempuan muda Amerika yang menyerukan slogan 'Nasty Women' untuk melawan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Trump. Perempuan muda Amerika yang menyerukan slogan 'Nasty Women' siap memilih Clinton dan menjatuhkan Trump. Trump mencela Clinton dengan sebutan Nasty Woman saat debat capres terakhir.

Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan Reuters dari 20-24 Oktober sebanyak 41 persen anggota Partai Republik memprediksi Clinton akan memenangkan pemilihan presiden pada 8 November yang akan datang. Sedangkan sebanyak 40 persen anggota Partai Demokrat akan tetap memilih Trump.

Hasil jajak pendapat ini menunjukkan kepercayaan diri Partai Republik atas kemenangan Trump turun cukup drastis. Bulan lalu jajak pendapat menunjukkan sebanyak 58 persen anggota Partai Republik memprediksi Trump akan menang. Sebanyak 23 persen anggota memprediksi Clinton akan kalah.

Sementara saat ini 49 persen pendukung Trump yakin Trump akan menang. Pada bulan sebelumnya 67 persen pendukung Trump yakin ia akan menang.

Seorang pendukung Trump, Bert Horsley (38 tahun) mengatakan ia akan mendukung Trump. "Saya akan memilih Trump meskipun saya yakin Clinton yang akan jadi pemenangnya," katanya, Rabu (26/10).

Saat ini, ujar Horsley, warga Amerika cenderung makin sosialis. "Mereka lebih fokus pada masalah-masalah personal Trump daripada isu-isu yang dihadapi Clinton termasuk tak becus dalam mengurus email rahasia," katanya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement