REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Kementerian Luar Negeri Suriah pada Rabu (26/10) membantah penggunaan senjata kimia oleh pasukan pemerintah selama pertempuran yang berkecamuk di negara yang dilanda perang itu, kata kantor berita resmi Suriah, SANA.
Pernyataan kementerian tersebut membantah apa yang dikatakannya tuduhan yang disampaikan belum lama ini di dalam satu laporan PBB dan Organisasi bagi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW), yang menuduh pasukan Suriah melancarkan serangan gas terhadap gerilyawan di Provinsi Idlib di bagian barat laut Suriah pada Maret 2015.
"Pemerintah Suriah, saat membantah semua tuduhan di dalam laporan itu, menekankan komitmennya pada semua janji yang dibuatnya ketika Suriah bergabung dengan kesepakatan Konvensi Senjata Kimia," kata kementerian itu.
Kementerian tersebut mengatakan Pemerintah Suriah telah berulangkali membantah semua tuduhan yang diedarkan oleh beberapa negara Barat dan alat mereka mengenai penggunaan senjata kimia dalam perang melawan gerilyawan. Senjata kimia diduga telah digunakan di beberapa daerah di Suriah dalam beberapa tahun belakangan, dan pemerintah serta gerilyawan saling melempar tuduhan.
Sebanyak 1.400 orang tewas ketika beberapa daerah yang dikuasai gerilyawan di pinggiran Ibu Kota Suriah, Damaskus, diserang oleh roket yang berisi bahan kimia sarin pada 21 Agustus 2013. Gerilyawan dan Pemerintah Suriah saling melempar tuduhan.
Pada tahun yang sama, serangan bahan kimia dilancarkan ke Kota Al-Asal, yang saat itu dikuasai pemerintah, di pinggiran Aleppo. Beberapa prajurit Suriah dan warga sipil tewas atau menderita sesak nafas dalam peristiwa tersebut. Pemerintah menuduh gerilyawan, yang, pada gilirannya, membantah tuduhan itu.
Pada Oktober 2013, pejabat dari Organisasi bagi Pelarangan Senjata Kimis (OPCW) tiba di Suriah untuk memantau perlucutan simpanan senjata kimia Suriah, setelah Damaskus secara resmi bergabung dengan Konvensi Pelarangan Senjata Kimia. OPCW belakangan mengatakan pemerintah telah membuat instalasi produksi senjata kimianya tak beroperasi.
Perlucutan simpanan senjata kimia Suriah dilakukan setelah dicapainya kesepahaman AS-Rusia, tanda pertama mengenai konsensus antara kedua negara adidaya mengenai konflik Suriah. Sejak itu, laporan mengenai serangan senjata beracun kadangkala terus muncul.