REPUBLIKA.CO.ID, CALAIS - Pemerintah Inggris dan Prancis dituduh melanggar hak asasi manusia dalam memperlakukan anak-anak pengungsi hutan Calais. Sebanyak 50 orang anak dijanjikan tinggal di penampungan sementara.
Namun, setelah satu jam menunggu, bus yang akan mengantarkan mereka tidak kunjung datang. Justru sejumlah polisi antihuru-hara yang datang dengan menembakkan gas air mata.
Sebagian anak-anak itu menangis membayangkan harus tidur di jalan-jalan lagi. Di malam kedua pembersihan hutan Calais, gelombang protes berdatangan karena anak-anak pengungsi tidak diberikan tempat yang aman dan layak.
Menteri Dalam Negeri Inggris Amber Rudd mengatakan kepada Menteri Dalam Negeri Prancis Bernard Cazeneuve anak-anak yang ada di Calais harus dilindungi dengan baik.
"Anak-anak memiliki hak mendapatkan makanan, keluarga, tempat tinggal dan perlindungan di bawah Konvensi Hak-Hak Anak, sebuah perjanjian PBB yang menyatakan semua anak berhak mendapat perawatan dan bantuan khusus. Inggris dan Prancis menandatangani ini," ujar seorang relawan Baroness Sheehan, dikutip dari The Guardian.
Polisi Prancis memberikan janji palsu dengan tidak mewujudkan transportasi dan akomodasi yang aman bagi anak-anak itu. Mereka terpaksa kembali ke wilayah Calais dan berlindung di sebuah bangunan sekolah tanpa pemanas.
"Mereka sudah muak, lelah dan sedih. Ini gila, tidak ada ketentuan yang dibuat untuk mereka. Mereka tidak diberi informasi sepanjang hari," ujar relawan lainnya, Inca Sorrell.
Terlihat sejumlah anak berusia 14 sampai 17 tahun meringkuk di samping dinding. Mereka melapisi badan dengan selimut karena suhu yang sangat dingin.
"Persetan dengan Prancis, Persetan dengan Inggris. Anda semua rasial," ujar seorang remaja Afghanistan.