REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Cina telah menurunkan aktivitasnya di perairan dangkal sengketa, Laut Cina Selatan dan tak lagi menutup akses masuk nelayan Filipina, kata penasihat keamanan Presiden Filipina, Ahad (30/10).
Sebelumnya, pemerintah mengatakan Cina telah mencabut seluruh aktivitasnya di perairan tersebut. Hermogenes Esperon mengatakan kapal Cina masih berlayar di wilayah itu tetapi tidak menghalangi perahu nelayan Filipina di Scarborough, perairan dangkal yang menjadi sengketa pengadilan arbitrase internasional.
Hal tersebut mulai terjadi sejak Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengunjungi Beijing dua pekan lalu. Meski situasinya masih belum jelas, posisi Cina dianggap kian melunak di perairan yang tak hanya kaya sumber ikan, tetapi juga menjadi penyeimbang kekuatan di Laut Cina Selatan.
Cina sempat mengusir nelayan Filipina sejak mengambil alih kuasa di Scarborough sejak 2012. Meski demikian, perahu nelayan dikabarkan kembali dengan menampung beberapa ton ikan, lapor saluran televisi pemerintah GMA seraya menampilkan foto awak kapal yang tengah tersenyum karena hasil tangkapan melimpah.
Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana menyatakan, Jumat lalu, kapal Cina tak lagi berlayar di sana, dan nelayan dapat kembali melaut. Juru bicara Duterte juga mengatakan hal sama. Namun, Esperon mengatakan pantauan militer menunjukkan aktivitas Cina kian menurun walaupun belum berhenti sepenuhnya.
"Dari 17 sampai 27 Oktober masih ada dua kapal Cina yang terlihat. Meski belum ada aturan tertulis, nelayan Filipina yang melaut ke sana mengaku tak lagi diusir," kata Esperon via pesan singkat.
Ia sempat mengatakan beberapa waktu lalu, lima kapal angkatan laut Cina dan empat kapal penjaga pantai berlayar di perairan tersebut. Blokade tersebut akhirnya memicu pemerintah Filipina sebelumnya menggugat Cina ke Pengadilan Arbitrase Permenen (PCA) di Den Haag, Belanda. Gugatan itu membuat China geram.