Senin 31 Oct 2016 16:56 WIB

Citra Satelit Terbaru Tunjukkan Kerusakan Desa Rohingya

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ani Nursalikah
Pengungsi Rohingya saat mengantre pemeriksaan kesehatan di Sittwe, Rakhine, Myanmar.
Foto: AP/Gemunu Amarasinghe
Pengungsi Rohingya saat mengantre pemeriksaan kesehatan di Sittwe, Rakhine, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, RANGOON -- Human Right Watch (HRW) merilis laporan terbaru terkait kerusakan di negara bagian Rakhine, Myanmar, Senin (31/10). Kelompok HAM ini menggunakan citra satelit terbaru pada Oktober dan menemukan sedikitnya tiga desa mengalami kebakaran.

Dalam laporan, HRW mengidentifikasi sejumlah area dengan kerusakan bangunan di desa Kyet Yoe Pyin, Pyaung Pyit dan Wa Peik. Semuanya terdapat di distrik Maungdaw bagian utara Rakhine State.

Penilaian menggunakan citra satelit resolusi tinggi yang direkam pada 22 Oktober. Citra satelit menunjukkan keberadaan api skala besar di desa. HRW juga memantau data anomali suhu yang diperoleh sensor satelit lingkungan.

Laporan ini mendukung laporan sebelumnya soal dugaan serangan pembakaran disengaja setelah 9 Oktober 2016. Laporan tersebut merupakan penilaian awal tanpa bisa diketahui jelas total kerusakan, kerugian hingga korban jiwa.

HRW mengatakan akan melakukan penilaian lebih lanjut dalam kasus ini. Namun atas laporan awal tersebut, HRW juga meminta PBB menyelidiki kerusakan yang dilaporkan sejumlah pihak di desa.

Kabarnya, delegasi PBB yang dikawal pemerintah dan diplomat asing akan mengunjungi wilayah pada hari ini. Ini pertama kalinya lembaga bantuan internasional diizinkan berkunjung sejak 9 Oktober.

Meski tidak jelas apa mereka bisa mengakses desa-desa tersebut atau tidak. "PBB perlu menyelidiki serangan mematikan pada 9 Oktober dan dugaan pasukan pemerintah melakukan kekerasan pembunuhan, kekerasan seksual pembakaran dan melanggar HAM penduduk Rohingya di distrik Maungdaw, Rakhine," kata HRW dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id.

Wakil Direktur HRW Asia, Phil Robertson mengatakan citra satelit terbaru menunjukkan kerusakan parah sehingga perlu ada penyelidikan independen dan terpisah. Pemerintah Myanmar, menurutnya, tidak bisa melakukan itu.

Selama ini, tambahnya, pemerintah terus berkelit dan memblokir setiap lembaga bantuan. Pemerintah juga terus membuat alasan untuk mengawasi tim internasional di wilayah tersebut.

"Citra satelit terbaru soal kerusakan desa ini mungkin hanya titik puncak dari gunung es di bawah laut, sedikit dari apa yang terjadi," kata Robertson. Ia mendesak pemerintah Myanmar bertanggung jawab atas peradilan pelaku penyerangan selama ini di Rakhine, termasuk insiden 9 Oktober.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement