Kamis 03 Nov 2016 19:09 WIB

Suu Kyi: Konflik Rohingya Ditangani Berdasarkan Hukum

Pemimpin oposisi Myanmar, Aung San Suu Kyi, berorasi dalam kampanyenya di Moe Nyin, Kachin, Myanmar, Ahad (4/10).
Foto: EPA/Nyein Chan Naing
Pemimpin oposisi Myanmar, Aung San Suu Kyi, berorasi dalam kampanyenya di Moe Nyin, Kachin, Myanmar, Ahad (4/10).

REPUBLIKA.CO.ID, KYOTO -- Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi di Kyoto, Jepang, Kamis (3/11) menanggapi konflik di Rakhine berdasarkan aturan hukum.

Peraih Nobel Perdamaian Suu Kyi menghadapi kritikan di luar negeri atas penanganan pemerintah terhadap krisis tersebut di wilayah mayoritas Muslim itu saat sejumlah tentara menutup jalan masuk bagi tenaga sukarelawan. Tentara diduga melakukan pemerkosaan dan membunuh sejumlah penduduk sipil.

Sayangnya pemimpin perempuan tersebut tidak secara langsung memberikan tanggapan. Dalam kunjungan lima hari di Jepang termasuk bertemu Perdana Menteri Shinzo Abe, Suu Kyi menemui Menteri Luar Negeri Fumio Kishida yang menyatakan kekerasan tidak diperbolehkan dalam menangani krisis.

"Persoalan di negara bagian Rakhine sangat sensitif dan dibutuhkan kepedulian dalam menanggapinya. Pemerintah Myanmar dalam menanggapi isu di negara bagian Rakhine berdasarkan prinsip-prinsip aturan hukum," kata Suu Kyi.

Kishida menyatakan Jepang memberikan dua kapal kepada warga Rakhine serta satu unit kapal baru. Pada Rabu (2/11), Abe berjanji memberikan bantuan senilai 7,73 miliar dolar AS kepada Myanmar selama lebih dari lima tahun untuk membantu menciptakan pedamaian dan upaya-upaya pembangunan.

Operasi militer tersebut meningkatkan ketegangan antara pemerintahan Suu Kyi yang baru berusia enam bulan dengan pihak militer yang memerintah negara itu selama beberapa dasawarsa dan menguasai kekuatan strategis, termasuk mengendalikan sejumlah kementerian yang bertanggung jawab terhadap masalah keamanan.

Suu Kyi menerima gelar doktor honoris causa dari Kyoto University atas peningkatan demokrasi di Myanmar dan dunia secara keseluruhan. Dia berbicara di depan para mahasiswa Jepang dan warga Myanmar mengenai sulitnya negosiasi damai di antara kelompok-kelompok etnik bersenjata karena kurangnya kepercayaan.

"Kesatuan dan keberagaman bukan sesuatu hal yang hanya dapat diimplementasikan karena kalian ingin mengimplementasikannya," kata Suu Kyi menjawab pertanyaan dalam diskusi di kampus tersebut.

Dia tidak menjawab secara langsung tentang Rohingya. "Butuh proses panjang. Kami butuh kesabaran," katanya menambahkan tanpa merujuk pada Rakhine.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement