REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Lembaga "think-tank" Dewan Hubungan Amerika-Islam (Council on American-Islamic Relations/CAIR) melaporkan islamophobia di tengah warga AS meningkat selama beberapa bulan terakhir. Hal ini dinilai terkait dengan kampanye anti-Muslim yang dilakukan calon presiden AS Donald Trump.
"Hal ini jelas, sejak Trump menjadi calon presiden, 'islamophobia' di AS telah memburuk. Pertama, dia mensistematisasi hal itu (islamophobia) dalam kampanyenya, dan kami lihat hal itu tidak pernah dilakukan oleh capres-capres sebelumnya," kata Corey Saylor, Direktur CAIR Departemen Urusan Pengawasan dan Pemberantasan Islamophobia.
Menurut Saylor, kampanye-kampanye Trump yang dinilai cenderung menebarkan benih kebencian terhadap Islam dan Muslim di tengah warga AS akhir-akhir ini juga telah meningkatkan aksi anti-Muslim di negeri Paman Sam itu. "Jadi, setelah adanya serangan di San Bernardino (2015) ditambah dengan pernyataan Trump yang mengatakan akan melarang orang Muslim datang ke AS, kami melihat ada lonjakan besar aktivitas anti-muslim pada titik ini," ujar dia.
Dia menghitung ada sekitar 34 insiden terpisah, di mana masjid menjadi sasaran aksi kekerasan dalam satu bulan. Normalnya, dalam satu bulan hanya ada satu atau dua insiden. Dia berpendapat, dengan tingkat kecenderungan anti-Muslim di AS sedikit banyak terasa sama dengan keadaan setelah terjadinya serangan 11 September.
Dia khawatir sikap "islamophobia" yang sering dimunculkan dalam kampanye Trump akan mendorong warga AS yang memang sudah memiliki pemikiran anti-Muslim menjadi semakin parah. "Hal ini tentu sangat memprihatinkan. Amerika adalah negara yang hebat, namun kami sedang mengalami momen yang kurang baik," ujar Saylor.
Sebelumnya, kandidat presiden AS dari Partai Republik Donald Trump dalam beberapa kampanyenya mengatakan ingin melarang orang Muslim masuk ke negara itu bila nanti terpilih sebagai presiden. Pernyataan itu dia sampaikan terkait insiden penembakan, yang diduga dilakukan oleh pasangan Muslim di San Bernardino, California, pada awal Desember 2015, yang menewaskan 14 orang.