Sabtu 05 Nov 2016 09:24 WIB

14 Juta Jiwa di Yaman Terancam Kelaparan Gara-Gara Perang

Rep: Hasanul Rizqo/ Red: Dwi Murdaningsih
Salah satu sudut kota di Yaman yang hancur akibat perang.
Foto: Reuters
Salah satu sudut kota di Yaman yang hancur akibat perang.

REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Jutaan warga Yaman terancam kelaparan akibat perang saudara hampir dua tahun lamanya hingga kini. Demikian dilaporkan The Huffington Post, Sabtu (5/11). Meskipun bantuan dari pelbagai lembaga kemanusiaan internasional terus mengalir, wabah kelaparan masih mengancam.

Sebanyak 14 juta jiwa atau hampir setengah dari total populasi negara tersebut kesulitan mendapatkan makanan. Lebih dari 19 juta warga Yaman terputus aksesnya dari air bersih. Yang menyedihkan, sekitar tiga juta anak-anak dan ibu hamil mengalami kekurangan nutrisi yang akut.

“Dunia harus sadar bahwa ini adalah salah satu krisis kemanusiaan terparah yang sedang terjadi,” kata petugas Mercy Corps, Maia Baldauf, Sabtu (5/11).

Pemandangan anak-anak Yaman yang mengalami malnutrisi menggetarkan hatinya. Maia menuturkan, mereka begitu kurus. Demikian pula dengan ibu mereka yang sama-sama kelaparan. Penyakit diare dan kolera merebak di sejumlah titik di Yaman. Dalam beberapa bulan belakangan, bencana banjir terjadi. Perekonomian nasional di ambang kebangkrutan.

“Semua orang di Sanaa, ibukota Yaman, masih dibayangi ketakutan akan serangan udara. Kami menjadi terbiasa (ketakutan) selama berbulan-bulan tinggal di selatan kota ini. Meskipun beberapa hari belakangan ada gencatan senjata, Sanaa kini kembali status quo dan belum pasti adakah resolusi lanjutan untuk meredakan ketegangan,”

papar Maia kemudian.

Mercy Corps sendiri, lanjut Maia, telah beroperasi di negara tersebut sejak tahun 2010. Sejak konflik pecah, Mercy Corps sudah menyalurkan bantuan dari penjuru dunia, semisal makanan, selimut, dan perlengkapan sehari-hari kepada ribuan orang Yaman. Pihaknya juga membenahi sistem sanitasi dan air bersih di sejumlah tempat.

Namun, bantuan kemanusiaan seakan berlomba-lomba dengan meningkatnya tensi konflik. Tahun lalu, ketika pecah serangan udara ke Sanaa, banyak kepala keluarga yang mengungsi ke daerah pinggiran, salah satunya distrik Haymah Dakhliyah yang berjarak sekitar empat jam perjalanan dengan kendaraan mobil dari pusat ibukota.

Distrik tersebut pun hingga kini belum kondusif untuk distribusi bantuan kemanusiaan secara menyeluruh. Bahkan, para pemimpin desa masih dikecam ketakutan hanya untuk sekadar berkumpul.

“Benar-benar bantuan dibutuhkan. Hampir tak ada yang menyediakan dukungan. Kami harus berupaya mencari jalan,” kata Nasser, salah satu petugas Mercy Corps di Haymah Dakhliyah. Namanya disamarkan The Huffington Post demi alasan keamanan.

Perang saudara di Yaman memuncak sejak 2015 hingga kini. Konflik terjadi antara kelompok pendukung pemerintahan Hadi dan kelompok Hutsi yang mendukung Komite Revolusi. Lebih lanjut, sejumlah daerah di pantai Yaman dikuasai kelompok Alqaeda dan ISIS. Presiden Hadi telah melarikan diri ke Riyadh, Arab Saudi. Pada Maret 2015, Pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi menggempur sejumlah titik yang dikuasai para oposan Hadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement