Senin 07 Nov 2016 07:37 WIB

Warga Amerika Keturunan Arab Pilih Clinton

Rep: dyah ratna meta novia/ Red: Damanhuri Zuhri
Hillary Clinton
Foto: AP Photo/Julio Cortez
Hillary Clinton

REPUBLIKA.CO.ID, DEARBORN -- Warga Amerika keturunan Arab bersiap-siap ikut pemilihan presiden 8 November yang akan datang. Mereka akan bersikap lebih serius dalam pemilihan kali ini. Komunitas Arab di Amerika berasal dari Lebanon, Palestina, Suriah, Yaman, dan Irak.

Warga Amerika keturunan Arab Ibrahim Kazerooni mengatakan, komunitas Arab akan serius dalam pemilihan presiden yang akan datang. "Kita harus ikut dalam pemilihan presiden, kita tak boleh apatis lagi," katanya, Senin, (7/11) seperti dilansir Al Jazeera.

Warga Amerika keturunan Arab banyak yang merasa takut Trump menjadi presiden sebab selama ini Donald Trump kebijakannya anti imigran dan anti muslim. Bahkan Trump pernah melarang muslim masuk ke Amerika.

"Kalau Trump jadi presiden, ini akan menjadi periode yang mengerikan di Amerika. Saat ini warga keturunan Arab banyak yang bingung, apakah akan tetap di Amerika dan dihina atau mengemas barang-barang pergi ke negara lain," ujar Kazerooni.

Meskipun Hillary Clinton mungkin bukan pilihan yang terbaik namun hanya dia yang tersisa saat ini. "Pilih saja Clinton daripada Trump menang," ungkap Kazerooni mengingatka saudara-saudara Muslim di Amerika Serikat.

Talal Muhammad mengatakan, pemilihan presiden yang akan datang tak akan memberikan banyak pengaruh bagi perubahan di Amerika. Ia tak merasakan rasisme sejak pindah dari Yaman ke Amerika.

Namun ia mengaku tak akan memilih Trump. "Saya tak takut dengan hasil pemilihan presiden besok. Saya datang dari negara yang presidennya bisa berbuat apa saja namun di sini di Amerika, kami dilindungi oleh sistem dan hukum yang baik."

Sementara itu, Hicham, warga Amerika keturunan Maroko mengatakan, ia tak akan memilih Trump karena berbahaya bagi umat Islam di Amerika. "Jangan sampai Trump jadi presiden," katanya menegaskan.

Bagi komunitas Arab di Amerika, baik Hillary Clinton maupun Donald Trump sama-sama buruk. Namun mereka harus memilih yang lebih baik di antara pilihan buruk yang tersedia.

Clinton dinilai buruk karena kebijakan-kebijakan perangnya. Selain itu dia juga tak setuju dengan solusi dua negara bagi konflik Israel-Palestina. Ia juga enggan mendukung Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement