Selasa 08 Nov 2016 22:34 WIB

Presiden Korsel Berupaya Redakan Krisis Kepresidenan

Rep: Fira Nursyabani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Park Geun-hye terpilih menjadi presiden wanita pertama Korsel dalam pemilu yang digelar Rabu (19/12)
Foto: AP
Park Geun-hye terpilih menjadi presiden wanita pertama Korsel dalam pemilu yang digelar Rabu (19/12)

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden Korea Selatan Park Geun-hye terus berupaya meredakan krisis yang sedang menggoyang kursi kepresidenannya. Pada Selasa (8/11), ia memutuskan untuk mengunjungi parlemen dan bertemu dengan pemimpin parlemen, Chung Sye-kyun.

Kepada Chung, Park menyatakan ia bersedia menarik calon yang ia ajukan untuk menjadi perdana menteri. Terlebih jika parlemen memiliki rekomendasi kandidat lain yang mampu mengendalikan kabinet. "Jika parlemen merekomendasikan seseorang yang baik di bawah kesepakatan dengan partai pemerintah dan oposisi, saya akan menunjuk orang itu sebagai perdana menteri dan mengizinkannya mengambil alih kendali kabinet," ujar Park.

Park pekan lalu mencalonkan Kim Byong-joon, mantan menteri kabinet, untuk menjadi perdana menteri Korea Selatan. Pencalonan Kim yang memerlukan persetujuan parlemen, memicu kemarahan oposisi. Oposisi menyebut pencalonan Kim merupakan upaya pengalihan perhatian dari krisis yang menimpa Park.

Posisi perdana menteri merupakan posisi penting di Korea Selatan, yang kekuataannya terkonsentrasi di kantor presiden. Pertemuan Park dengan pemimpin parlemen menunjukkan kesediaannya untuk menyerahkan urusan negara kepada parlemen. Hal ini merupakan tuntutan utama yang dilayangkan partai-partai oposisi agar Park segera menyelesaikan skandalnya.

Park jatuh ke dalam sebuah skandal yang melibatkan temannya, Choi Soon-sil. Choi diduga memanfaatkan kedekatannya dengan Park untuk mencampuri urusan negara dan menjadi sosok berpengaruh dalam sektor olahraga dan budaya.

Choi didakwa dengan tuntutan penyalahgunaan kekuasaan dan penipuan, sementara seorang mantan pembantu didakwa dengan tuntutan penyalahgunaan kekuasaan dan pemerasan. Keduanya mendapat 77,4 won atau Rp 884 miliar dari puluhan konglomerat besar atas nama dua yayasan.

Kunjungan Park ke parlemen cukup singkat. Ia tidak berhasil bertemu dengan pemimpin partai oposisi, walaupun kantor berita Yonhap mengatakan Park sangat berharap bisa bertemu.

Meski demikian, Park bertatap muka dengan sejumlah anggota partai oposisi di dalam gedung parlemen. Mereka selama ini mendesak Park untuk melepaskan kekuasaan, bahkan beberapa lainnya meminta Park untuk mundur dari jabatannya.

Park telah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka sebanyak dua kali. Namun elektabilitasnya jatuh sebanyak lima persen, menurut jajak pendapat Gallup, pada Jumat (4/11), menjadi terendah sejak 1988.

Tidak pernah ada Presiden Korea Selatan yang gagal menyelesaikan lima tahun masa jabatannya. Namun Park kini tengah menghadapi tekanan dari masyarakat dan lawan politiknya untuk mundur. Masa jabatan Park sebagai presiden baru akan berakhir pada 2018.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement