Kamis 10 Nov 2016 13:53 WIB

Janji Kampanye Trump Ancam Ekonomi Indonesia Jika Direalisasikan

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Nur Aini
Presiden terpilih Donald Trump saat ia berjalan dengan istrinya Melania Trump diikuti oleh putrinya Ivanka Trump setelah memberikan pidato penerimaannya selama reli malam pemilihan, Rabu, 9 November, 2016, di New York.
Foto: AP / Mary Altaffer
Presiden terpilih Donald Trump saat ia berjalan dengan istrinya Melania Trump diikuti oleh putrinya Ivanka Trump setelah memberikan pidato penerimaannya selama reli malam pemilihan, Rabu, 9 November, 2016, di New York.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberhasilan Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat sangat mengejutkan berbagai kalangan. Dalam kampanyenya, Trump sering kali mengeluarkan pernyataan kontroversial yang mengkhawatirkan banyak negara.

Pengamat Ekonomi sekaligus Rektor Universitas Paramadina, Firmanzah, pun berharap program-program yang janjikan semasa kampanye Trump tak benar-benar direalisasikan dalam pemerintahannya dan dapat berubah, termasuk janji program dalam sektor ekonomi.

"Kita berharap bahwa ada perubahan program-program yang disampaikan semasa kampanye kemudian menjadi presiden ada perubahan. Kalau benar-benar dijalankan, saya rasa akan sangat sangat painful (menyakitkan)," kata Firmanzah di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (10/11).

Jika program yang dijanjikannya tetap direalisasikan, Firmanzah mengkhawatirkan akan terjadi perang dagang antarnegara yang akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Janji program Trump memang sangat mengkhawatirkan berbagai negara. Contohnya dalam janji kebijakan ekonominya terkait pengenaan tarif impor produk asal Cina dan Meksiko.

 

"Itu kan mau dinaikkan 40 persen (Cina), kemudian dari Meksiko 30 persen impor produk yang masuk ke Amerika. Dan pasti kalau ini benar-benar dilakukan oleh Donald Trump administrasinya maka Cina, Mexico juga akan membalas. Dan kalau produk dari Cina dan dari Meksiko dikenakan tarif impor yang cukup tinggi, produk dari negara lain juga besar kemungkinan dikenakan juga," kata dia.

Sementara, kata Firmanzah, Amerika juga merupakan pasar ekspor terbesar Indonesia. Sehingga, jika kebijakan ini dilaksanakan justru akan membebani dan merugikan Indonesia. Lebih lanjut, baik Indonesia dan negara lainnya juga masih menantikan sikap Amerika terkait kerja sama Trans Pacific Partnership. Meskipun ia menilai sikap Trump terhadap kerja sama TPP ini tidak akan berubah.

Sebelum mengambil langkah selanjutnya, Indonesia pun perlu melihat siapa saja para menteri yang akan ditunjuk oleh Trump serta mengetahui arah kebijakan ekonomi dan perdagangan luar negeri AS. "Baru kita bisa merumuskan apa yang mesti kita lakukan. Kalau sekarang terlalu dini menurut saya, karena ini kan menteri-menteri belum dipilih," kata Firmanzah.

Dari hasil pemilihan presiden Amerika kemarin, Donald Trump berhasil meraih 270 suara electoral atau batas minimum seseorang untuk memenangkan kursi presiden. Trump mencatat perolehan suara sebanyak 276 suara electoral. Sedangkan, Hillary Clinton meraih 218 suara.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement