Ahad 13 Nov 2016 06:58 WIB

Pimpinan Protes Anti-Trump Siap Demo Selama Empat Tahun

Pengunjuk rasa memegang poster besar dalam aksi 'Love Rally' menentang terpilihnya Donald Trump sebagai presiden. Massa beraksi di Washington Square Park menuju Union Square di New York, (11/111).
Foto: AP
Pengunjuk rasa memegang poster besar dalam aksi 'Love Rally' menentang terpilihnya Donald Trump sebagai presiden. Massa beraksi di Washington Square Park menuju Union Square di New York, (11/111).

REPUBLIKA.CO.ID, BOSTON -- Protes di kota-kota besar AS terhadap kemenangan presiden terpilih dari Partai Republik Donald Trump telah terjadi secara mendadak dan diorganisasi dengan cepat oleh pemuda Amerika dengan beragam latar belakang serta rencana.

Akan tetapi, karena mereka melihat dalam empat tahun ke depan Trump akan di Gedung Putih, sementara partainya menguasai parlemen, para aktivis mulai mempersiapkan apa yang mereka harapkan menjadi protes terkuat sejak gerakan Menduduki Wall Street beberapa waktu lalu.

Seorang organisator, Walter Smolarek mengatakan para anggota Koalisi ANSWER, kelompok protes yang ada di seluruh AS telah melakukan aksi protes pekan ini dan bertujuan menarik puluhan ribu orang untuk berunjuk rasa anti-Trump di hari peresmiannya.

"Orang-orang akan melawan agenda Trump sejak hari pertamanya," kata Smolarek.

Ia juga mengatakan kelompok tersebut berencana terus menjalankan protes selama jangka empat tahun Trump memimpin Amerika.

Unjuk rasa dijadwalkan pada Sabtu (12/11) di New York dan Los Angeles. Protes juga direncanakan di Washington pada 20 Januari, ketika hari pertama pebisnis New York itu menggantikan Presiden Barack Obama. Pendeta Al Sharpton, seorang pemimpin hak-hak sipil dari New York, mengatakan pengunjuk rasa anti-Trump harus "meminjam lembaran" yang digunakan Partai Republik untuk menentang kebijakan Obama.

"Kami tidak akan seburuk mereka, tapi kami akan sama gigihnya. Ini tidak akan menjauh," kata Sharpton.

Protes yang cukup besar bermunculan pekan ini di puluhan kota besar AS, termasuk Boston, Baltimore dan San Francisco. Bahkan demonstrasi di Portland, Oregon, dan Berkeley, California berubah menjadi kekerasan dengan pengunjuk rasa melakukan pembakaran dan bentrok dengan kepolisian.

Pada awalnya, Trump "membubarkan" kerumunan tersebut di Twitter, menyebut mereka sebagai pengunjuk rasa profesional dan terpengaruh media, namun kemudian berbalik arah dengan mengatakan ia mengagumi semangat mereka.

TJ Wells, yang mengajukan diri untuk bekerja bagi kampanye dari kandidat presiden Partai Demokrat Hillary Clinton yang menemui kegagalan, mengatakan keputusannya untuk mengatur protes Kamis (10/11) malam di Trump International Hotel, Washington, yang terletak dekat dengan Gedung Putih itu adalah spontanitas.

"Aku benar-benar berbagi dengan beberapa teman, dan dalam beberapa jam aku punya beberapa ratus orang muncul," kata Wells (27) yang tinggal di Bethesda, Maryland (pinggiran Washington), di mana dia bekerja dalam bidang personalia.

Dia berharap hal tersebut akan menjadi yang pertama dari banyak demonstrasi seperti itu. "Dari hari peresmiannya hingga masa jabatannya berakhir, kita harus memastikan bahwa jika ada sesuatu yang harus dia terima bahwa mayoritas orang Amerika yang memilih Hillary Clinton tidak sepakat dengannya, kami tegaskan tentang itu," kata Wells.

Sekitar 59,5 juta orang memilih Trump, lebih rendah dari yang memberikan suara untuk Clinton yang berada di angka 59,7 juta orang, tapi Trump kuat di negara bagian yang mengambang, termasuk Michigan yang membuatnya mendapatkan kemenangan menentukan dalam "Electoral College" dan pada akhirnya terpilih sebagai presiden.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement