REPUBLIKA.CO.ID, YANGON - Sedikitnya 69 orang Muslim Rohingya dan 17 anggota pasukan keamanan tewas dalam pertempuran antaretnis di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, pada Selasa (15/11). Media Global New Light of Myanmar melaporkan, total korban tewas sampai saat ini tercatat sebanyak 102 Muslim Rohingya dan 32 petugas keamanan, sejak 9 Oktober lalu.
"Serangkaian pertempuran dan serangan selama enam hari sampai Senin telah menyebabkan 69 orang tewas dan 234 lainnya ditangkap. Sepuluh polisi dan tujuh tentara juga tewas dalam bentrokan itu," kata tim informasi militer Myanmar, True News Information Team.
Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Kofi Annan, yang memimpin komisi penyelesaian masalah di Rakhine, menyatakan keprihatinannya atas peningkatan kekerasan terhadap Muslim Rohingya. Pertempuran kali ini merupakan pertempuran terparah sejak ratusan orang tewas dalam bentrokan di Rakhine pada 2012 silam.
"Saya ingin mengungkapkan keprihatinan yang mendalam atas kekerasan yang terjadi di bagian utara Negara Bagian Rakhine, yang menyebabkan ketidakstablian baru bagi negara," ujar Annan dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Channel News Asia.
Pertempuran ini menimbulkan ketegangan yang kembali terjadi antara peraih Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, yang telah memerintah Myanmar selama tujuh bulan, dengan militer Myanmar. Militer telah menguasai Myanmar selama beberapa dekade dan memegang kekuasaan atas sejumlah kementerian yang bertanggung jawab terkait masalah keamanan.
"Semua masyarakat harus meninggalkan kekerasan dan saya mendesak dinas keamanan untuk bertindak secara penuh sesuai dengan aturan hukum," kata Annan.
Baca juga, Citra Satelit: Ratusan Bangunan Muslim Rohingya Dibakar.
Anggota komisi, yang didirikan oleh Suu Kyi pada Agustus lalu, sedang berada di Rakhine untuk melakukan konsultasi dengan anggota komunitas pekan ini. Tentara juga disiagakan di daerah sepanjang perbatasan Myanmar dengan Bangladesh, sejak terjadi serangan 9 Oktober terhadap tiga pos perbatasan yang menewaskan sembilan polisi.