Rabu 23 Nov 2016 07:24 WIB

Soal Muslim Rohingya, Dubes RI untuk Myanmar: Tak ada Asap Kalau tak Ada Api

Rep: Amri Amrullah/ Red: M.Iqbal
 Muslim Rohingya menangis setelah ditangkap oleh Penjaga Perbatasan Bangladesh di perbatasan Cox Bazar, Bangladesh, (21/11).
Foto: Reuters/Mohammad Ponir Hossain
Muslim Rohingya menangis setelah ditangkap oleh Penjaga Perbatasan Bangladesh di perbatasan Cox Bazar, Bangladesh, (21/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Republika mewawancarai Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Uni Myanmar Ito Sumardi seputar kondisi terkini Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Bagaimana situasi di sana? Berikut petikannya:

Bagimana kondisi Muslim Rohingya di Rakhine?

Saya orang yang langsung ke lapangan selama tujuh hari bersama perwakilan Kedubes RI dan perwakilan PBB. Pada awal November, kita rombongan delegasi yang baru pertama kali diberi akses melihat dan bertanya dengan Muslim Rohingya.

Kalau terkait isu pembakaran kampung muslim, di Rakhine, khususnya di dekat Maungdaw memang betul ada rumah-rumah yang dibakar, tetapi sebagian kecil saja. Saya mencontohkan ada satu kampung yang berjumlah 260-an rumah, kemudian 13 rumah yang dibakar di wilayah dekat Maungdaw. Dan lokasi pembakaran itu betul betul kosong, tidak ada bekas cangkir, piring, jadi betul-betul rumah itu dibakar dalam keadaan kosong.

Menurut Anda siapa yang membakar kampung Muslim Rohingya?

Pertanyaannya siapa yang membakar tentu ini harus dibuktikan. Menurut saya, kalau memang tentara atau polisi di sana berniat ingin membakar, pasti bisa saja satu kampung dibakar habis. Dan pada saat pembakaran, laporan yang diterima pihak Kedubes RI di Yangon, memang saat itu kampung betul betul kosong. Sampai kita datang baru warga berbondong-bondong keluar dari persembunyian. 

Benarkah ada genosida terhadap Muslim Rohingya?

Kalau memang betul ada pembantaian, tentu ada bekas-bekasnya. Karena sebagai mantan polisi dan pernah juga bertugas di Bosnia saat tragedi genosida di sana, saya pasti bisa membedakan apakah benar ada pembantaian itu atau tidak. Karena kalau ada genosida bisa dilihat bekasnya. Tapi yang terjadi tidak seperti itu. 

Lalu apa yang terjadi saat ini?

Pembakaran rumah itu tentu ada alasan. Tidak ada asap kalau tidak ada api, pasti ada penyebabnya. Konflik dan pembakaran rumah di desa sekitar Maungdaw itu, semua bermula dari serangan kelompok RSO (Rohingya Solidarity Organisation). 

Kelompok RSO ini bagi pemerintah Myanmar merupakan separatis karena ingin memisahkan diri dari pemerintahan Myanmar yang sah. Alasan yang digunakan karena mereka Muslim dan etnis minoritas yang ditindas oleh pemerintah Myanmar.  

Dan pimpinan kelompok RSO itu memang alumni-alumni dari Taliban, Pakitan, dan Afganistan. 

Apa yang mereka lakukan, sehingga memancing tindakan keras dari aparat Myanmar?

Serangan RSO itu dilakukan pada 9 Oktober lalu. Dalam serangan itu 14 polisi Myanmar tewas, lima polisi luka dan tujuh tentara menjadi korban. Dari serangan RSO itu ada senjata dari aparat yang direbut sebanyak 47 senjata dari berbagai jenis. Dan lebih dari 10 ribu amunisi dirampas. 

Kemudian, baru baru ini dua hari yang lalu (19 November 2016) aparat juga diserang. Ada beberapa yang menjadi korban baik anggota RSO dan aparat Myanmar. Jadi, 6 November, ketika saya sampai di Yangon, ada pos polisi yang kita kunjungi itu setelah diserang oleh RSO. Ini masalah internal bagi Myanmar dan tidak di-blow up

Apakah informasi genosida itu tidak benar?

Logikanya kalau terjadi pembantaian terhadap Muslim Rohingya, pasti akan terjadi penolakan besar-besaran di Yangon. Karena di Yangon juga terdapat kelompok Muslim yang cukup banyak. 

Tapi di sana tenang-tenang saja. Selain itu tidak ada statement dari PBB terkait pembantaian ini. Tidak mungkin PBB tutup mata. Karena itu menurut saya mereka yang mengatakan ada pembantaian itu hanyalah kelompok-kelompok LSM internasional, ini sama seperti di Aceh dulu. 

Bagaimana sikap pemerintah Myanmar terhadap Muslim Rohingya saat ini, termasuk dengan kelompok Buddha radikal?

Sebenarnya pemerintahan di bawah Aung San Suu Kyi sudah lebih mengakomodir kelompok Muslim di Myanmar, termasuk Muslim Rohingya. Suu Kyi telah merubah paradigma agar muslim Rohingya itu disebut sebagai Kelompok Muslim Rakhine agar tidak terjadi diskriminasi.

Sejauh ini, bagaimana investasi Indonesia di Myanmar?  

Tentang investasi RI di sana masih sangat kecil. Saat ini masih nomor 13, jauh di bawah negara-negara ASEAN lainnya. Dengan dicabutnya sanksi ekonomi oleh AS, saat ini negara-negara besar berbondong-bondong berminat berinvestasi di sana. Indonesia melalui kunjungan Menteri BUMN sudah ke sana untuk melihat kemungkinan investasi BUMN di sana. Namun karena masih dalam masa transisi, pemerintah masih menunggu kepastian kebijakan ekonomi pemerintah baru. Khusus di Rakhine, belum ada minat dari negara-negara investor untuk berinvestasi karena wilayah Rakhine termasuk wilayah yang sering dilanda bencana alam dan sumber daya alamnya terbatas. 

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement