REPUBLIKA.CO.ID, DENHAAG -- Anggota parlemen Belanda memperdebatkan rencana aturan yang larang perempuan memakai cadar yang menutupi seluruh wajah di tempat publik, Rabu (23/11). Ini merupakan aturan terbatas yang hanya akan berpengaruh terhadap sejumlah kecil kalangan.
Ada ratusan Muslimah Belanda yang menggunakan cadar yang menutupi seluruh wajah. Menteri Dalam Negeri Ronald Plasterk mengatakan proposal ini tidak akan jadi larangan sepenuhnya.
Ia menyebut legislasi tersebut adalah sebuah peraturan netral terhadap kehidupan beragama. Meski demikian, perdebatan tetap muncul soal pemakaian cadar di jalanan, sekolah, rumah sakit dan transportasi publik.
Jika diloloskan, maka Belanda akan bergabung dengan Prancis dan Belgia yang sudah lebih dulu menerapkan larangan. Plasterk mengatakan negara bebas seperti Belanda seharusnya mengizinkan siapa pun menutup wajah mereka di jalan jika mereka menginginkannya.
Namun di gedung-gedung pemerintahan, fasilitas medis dan tempat pendidikan, setiap orang harus bisa melihat wajah satu sama lain. Belum jelas kapan anggota parlemen akan memutuskan peraturan tersebut.
Jika lolos di majelis rendah parlemen, maka peraturan harus melalui Senat sebelum jadi undang-undang. Anggota parlemen Independen, Jacques Monasch adalah salah satu yang mendukung proposal.
Ia menyebut cadar adalah simbol penindasan terhadap perempuan. Sementara Fatma Koser Kaya dari partai tengah D66 mengatakan aturan itu tidak diperlukan lagi.
Ia perpendapat banyak institusi sudah secara independen menerapkannya. "Apa yang kita larang sekarang? Ini cuma simbolis, karena praktiknya sudah dilakukan," kata dia, dikutip The Guardian.
Dilansir kantor berita Kuwait, KUNA, larangan tidak hanya diterapkan pada cadar, tapi juga helm dan masker. Dalam draft, orang yang melanggar harus membayar denda sekitar 450 euro.
Dewan Negara telah merekomendasikan agar proposal itu ditentang. Mereka menilai sudah ada undang-undang yang mengharuskan seseorang memperlihatkan wajah di tempat umum.