REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Skandal korupsi yang menimpa Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye mengancamnya turun dari kepemimpinan. Ia bisa jadi presiden perempuan Korsel pertama yang dilengserkan.
Ketidakstabilan ini bisa dimanfaatkan oleh rival sewilayahnya di Korea Utara, Kim Jong-un. Pemimpin diktator itu bisa membawa ketidakstabilan di Korsel dan meningkatkan rezimnya sendiri.
Lebih dari satu juta pengunjuk rasa turun ke jalan Seoul, Korsel pada Sabtu (26/11) untuk menuntut mundurnya Park. Popularitasnya terus turun setelah semakin terseret kasus kawan dekatnya, Choi Soon-sil.
Kedekatan keduanya membawa kecurigaan persekongkolan pemanfaatan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Sejumlah pembelot Korut yang saat ini menjadi pengungsi di Korsel mengatakan kesempatan ini akan dimanfaatkan Kim.
Mereka memperingatkan krisis Korsel adalah hadiah propaganda untuk Kim. Seorang peneliti biologi yang membelot pada 2009, Hyeongsoo Kim mengatakan Kim siap memanipulasi berita skandal untuk memperkuat rezimnya.
"Setiap harinya, Korut mengkritik pemerintah Korsel dan kini kritikan itu semakin meningkat," kata Hyeongsoo. Kim punya banyak peluru untuk memperburuk kondisi Korsel. Ia juga siap membicarakan sejumlah strategi dengan para pejabat tinggi.
Krisis ini jelas pengalihan bermanfaat bagi Kim. Perhatian komunitas internasional akan tertuju pada Korsel. Sehingga Korut punya lebih banyak waktu untuk memperbaiki uji rudal mereka.
"Waktu lebih banyak bisa digunakan untuk mengembangkan senjata nuklir," tambah Hyeongsoo. Para pembelot Korut juga khawatir rezim Kim akan mencoba memicu opini publik terkait serangan siber.