Selasa 29 Nov 2016 17:41 WIB

Bangladesh Kembali Tolak Pengungsi Rohingya

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Ani Nursalikah
 Aksi unjuk rasa memprotes penindasan warga Muslim Rohingya yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar.
Foto: AP
Aksi unjuk rasa memprotes penindasan warga Muslim Rohingya yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, TEKNAF -- Beberapa perahu yang membawa pengungsi Rohingya dari Myanmar kembali ditolak Penjaga Perbatasan Bangladesh, Senin (28/11). Para penjaga mendorong perahu-perahu pengungsi kembali ke Myanmar meski oposisi Bangladesh meminta minoritas Muslim diberikan perlindungan.

Kepala Penjaga Perbatasan Bangladesh di Teknaf, Kolonel Abuzar Al Zahir mengatakan saat itu ada delapan perahu yang menyeberangi Sungai Naf yang memisahkan Rakhine dengan Bangladesh selatan. Sebelumnya, pada Ahad (27/11), ada enam perahu pengungsi Rohingya yang juga ditolak penjaga perbatasan.

"Ada 12 sampai 13 orang pengungsi Rohingya di masing-masing perahu," ujar Zahid, dikutip Mizzima.

Ribuan pengungsi Rohingya dari Negara Bagian Rakhine, dengan putus asa membanjiri perbatasan Myanmar-Bangladesh dalam satu pekan terakhir. Pemerintah Bangladesh mempertanyakan dunia internasional yang lebih memilih mendesak Bangladesh agar menerima pengungsi, dibandingkan dengan mendesak Myanmar menghentikan kekerasan.

Baca: Malaysia Desak PBB dan ASEAN Atasi Kekerasan Muslim Rohingya

Dalam dua pekan, Penjaga Perbatasan Bangladesh telah mencegah lebih dari 1.000 pengungsi Rohingya, termasuk wanita dan anak-anak masuk ke negara mereka. Pemimpin oposisi Pemerintah Bangladesh, Khaleda Zia menyerukan partai politik dan kelompok Islam di negara-negara mayoritas Islam bersatu memberikan perlindungan dan tempat tinggal bagi Muslim Rohingya.

Sedikitnya ada 30 ribu Rohingya yang mengungsi dari Rakhine. Sebagian besar mencoba melarikan diri ke Bangladesh meski negara tersebut telah memperketat patroli perbatasan.

Seorang pengungsi Rohingya, Samira Akhter (27 tahun), mengatakan ia bisa mencapai kamp pengungsian ilegal di Bangladesh, pada Senin (28/11), setelah berhasil melarikan diri dari desanya di Rakhine. Ia membawa serta tiga anaknya dan menempuh perjalanan panjang bersama 49 pengungsi lainnya.

"Militer Myanmar membunuh suami saya dan membakar rumah kami. Saya melarikan diri ke bukit dengan tiga anak saya dan anak-anak tetangga saya. Kami bersembunyi di sana selama seminggu," kata Akhter.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement