Kamis 01 Dec 2016 17:51 WIB

PBB: Aleppo Bisa Jadi Pemakaman Raksasa

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Damanhuri Zuhri
Seorang anak menyaksikan bangunan bekas pengeboman di Aleppo, Suriah.
Foto: REUTERS/Abdalrhman Ismail
Seorang anak menyaksikan bangunan bekas pengeboman di Aleppo, Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, ALEPPO -- Aleppo telah menjadi ladang pemakaman terbesar di dunia. Setidaknya itu dikatakan oleh Kepala Bidang Kemanusiaan PBB, Stephen O'Brien, Rabu (30/11).

Dalam sesi darurat di Dewan Keamanan PBB, O'Brien mengatakan 25 ribu orang terpaksa mengungsi dari timur Aleppo sejak Sabtu. Lebih dari setengahnya adalah anak-anak.

O'Brien mengatakan pemerintah Suriah terus membombardir distrik oposisi tersebut sejak saat itu. Dewan dipertontonkan video pascaserangan dalam beberapa hari belakangan saat pembombardiran intensif.

Perwakilan PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura mengatakan hampir 40 persen wilayah oposisi sudah kembali ke tangan pemerintah. Tantangan muncul saat faksi pemberontak menahan sipil agar tidak mengungsi.

"Demi kemanusiaan, kami menyeru semua pihak dan mereka yang berpengaruh untuk melakukan apa pun untuk melindungi sipil," kata O'Brien. Ia mendesak agar penduduk sipil diberikan akses pada tempat aman sebelum wilayah jadi ladang pemakaman raksasa.

Duta besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin mengatakan operasi ofensif yang dipelopori oleh Hizbullah Lebanon dan unit Iran belum bisa berakhir. Churkin mengatakan Rusia juga sama khawatir akan keselamatan sipil.

Churkin mengatakan nasib mereka tidak akan lebih baik dengan meredakan operasi kontra-teroris. Ia menyebut kelompok teror itu adalah bandit-bandit yang disokong dan dipasok oleh Inggris dan Prancis.

Churkin menyebut White Helmet sebagai kelompok kemanusiaan semu. Kelompok White Helmet selama ini terus menampilkan video yang diklaim berisi kondisi pascapengeboman oleh Rusia dan Suriah.

Duta besar Inggris untuk PBB, Matthew Rycroft menegaskan kondisi Suriah sedang darurat. Jutaan orang saat ini tinggal di wilayah kepungan. Sebagian besar adalah anak-anak.

"Rusia telah mengeluarkan veto dan lagi-lagi mencegah dewan keamanan untuk menemukan kesepakatan untuk mengakhiri perang ini," kata Rycroft. Menurutnya, tanpa mengubah kebijakan dan keinginan maka Suriah akan tetap menderita.

sumber : guardian
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement