REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Sebanyak 77.826 warga sipil telah meninggalkan Mosul dan kabupaten yang berdampingan sejak operasi militer Irak untuk merebut kembali Mosul, kata Organisasi Migrasi Internasional (IOM) pada Jumat (2/12).
"Kami sangat prihatin mengenai pengungsi dan kemampuan masyarakat penampung untuk menghadapi musim dingin," kata Kepala Misi IOM di Irak Thomas Lothar Weiss di dalam satu pernyataan.
"Sekarang musim hujan telah mulai, orang yang tinggal di tempat penampungan sementara atau bangunan yang belum selesai menghadapi risiko kedinginan, cuaca lembab, yang mempengaruhi kesejahteraan dan kesehatan mereka, terutama orang yang berusia lanjut dan anak kecil," ia menambahkan.
Menurut data statistik terkini organisasi tersebut, 80 persen orang yang terusir dari rumah mereka belum lama ini akibat operasi militer tinggal di kamp resmi. Sebanyak 14 persen lagi telah menetap di tempat swasta, sedangkan lima persen sangat memerlukan tempat berteduh dan satu persen lolos dari lokasi pemeriksaan.
Sementara itu, Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) telah membagikan lebih dari 8.000 paket yang berisi selimut dan selimut tebal ke desa dan kota kecil yang baru-baru ini direbut kembali ke sebelah timur Mosul. Sebanyak 3.500 paket lagi akan dikirim buat kelurga yang tinggal di daerah itu selama beberapa hari ke depan.
Pada 17 Oktober, Perdana Menteri Irak Haider Al-Abadi mengumumkan dimulainya serangan besar untuk merebut kembali Mosul, kota terbesar kedua di negeri itu, dalam upaya untuk membebaskan kota di Irak Utara tersebut, kubu utama terakhir ISIS di Irak. Mosul, sekitar 400 kilometer di sebelah utara Ibu Kota Irak, Baghdad, telah dikuasai ISIS sejak Juni 2014.
UNHCR telah memperingatkan sebelum operasi militer dilancarkan sebanyak 1,2 juta warga sipil dapat terusir dari rumah mereka akibat pertempuran.
sumber : Antara
Advertisement