REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden Cina Xi Jinping, Sabtu (3/12), menegaskan angkatan bersenjata Cina harus lebih kecil, tapi lebih kuat dan jika reformasi yang diperlukan tidak segera dilakukan, maka militer akan ketinggalan dan mempengaruhi kemampuan berperang.
Presiden Xi pada September lalu membuat keputusan mengejutkan karena akan memangkas jumlah tentara sebanyak 300 ribu orang, atau sekitar 13 persen dari total kekuatan militer yang berjumlah 2,3 juta dan merupakan kekuatan militer terbesar dunia.
Pengurangan tersebut diambil pada saat Cina mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi dan para pemimpin negara itu harus bergulat dengan kondisi ekonomi yang tidak menentu. Pada Oktober lalu, ratusan tentara yang menjadi korban pengurangan tersebut menggelar aksi protes di Beijing.
Pengurangan tersebut merupakan bagian dari upaya memodernisasi militer Cina, meninggalkan sistem lama era Uni Soviet dengan menekankan senjata teknologi tinggi seperti jet tempur stealth. Saat berbicara pada pertemuan dua hari membahas reformasi militer, Xi menegaskan militer tidak harus terpaku pada cara-cara lama dan harus menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
"Kalau tidak begitu, angkatan bersenjata yang kuat akan menjadi ketinggalan zaman, atau malah langsung terkapar oleh satu kali serangan cepat," kata Xi seperti yang dikutip kantor berita Xinhua.
"Sejarah dan realitas mengajarkan kita kekuatan militer, jika tidak mengikuti perkembangan zaman, maka akan ketinggalan juga dalam ideologi perang. Militer Cina harus lebih fokus kepada kemajuan teknologi, tidak hanya mengandalkan jumlah personel. Perubahan ini sangat penting dan tidak bisa dihindari," katanya.
Meski militer Cina tidak pernah berperang dalam beberapa dekade terakhir, tapi pemerintah menegaskan mereka tidak punya niat bermusuhan, karena yang dibutuhkan adalah kemampuan mempertahankan diri sebagai kekuatan ekonomi nomor dua dunia.
sumber : Antara
Advertisement